Kamis, 01 Agustus 2019

Multazam Al Muhajir

di Agustus 01, 2019 0 komentar
Rumahnya sudah penuh rayap. Harus dibersihkan banyak dengan tulisan. Sebenarnya banyak sekali yang mau ku ceritakan, tapi semangat menulisnya sekarang kurang. Tapiii saya nda mau nambah lama... Cuss saja ya pada cerita yang mau saya tuliskan. Hehe..

ehhh..
Akhirnya saya menjadi Ibu loh. Ahirnya sayaaaa merasakan 9 Bulan membawa bayi didalam perut. Dari mulai hanya merasakan "ada" manusia didalam sana, sampai benar-benar merasakan gerakan "manusia" itu. Dari mulai menyentuh tespek bergaris dua sampai akhirnyaa saya berdiri di depan sebuah tubuh kecil. Anakku.

Sepanjang hamil banyakan waktu yang saya lalui berdua dengan si bayik. Kemana-mana cuman berdua dengan dia di dalam rahim. Suami di bekasi mengharuskan saya tidak boleh manja. Selalu ada Allah disetiap inginku dan prosesku. Anakku dan Allah menemaniku lebih dari apapun. Membentukku tidak manja dan selalu bisa mengandalkan doa hehe. 
Saat hamil dulu, saya beberapa kali bepergian sendirian. Segala macam perlengkapan dari minyak angin, obat, korset hamil sampai teori teori agar hamil tidak mengganggu kesehatan saat di Pesawat pun saya hapali, haha. Ini dikarenakan saya orang nya penaaaaakut... Di pesawat dengan hamil 3 bulan masih berkaca-kaca matanya. Takut si janin kenapa-napa karena maknya berani pergi jauh. Tapi Alhamdulillah Allah menjaga sampai di Bekasi dengan selamat dan sehat meski nanti sampai di kos nya muntah-muntah.

Hamil 5 Bulan saya kembaaaali ke jakarta, kemana-mana lah ini dulu. Ke TMII, Monas, Istiqlal, Tanah Abang, Kota Tua dengan perut yang mulai membesar. Meski sudah harus hati-hati lebih lagi, tapi Allah masih menjaga kesehatanku dan si bayik. Dan berlanjut terus kegiatannya sampai di pemberangkatan Jamaah Haji. Pernah sekali, saya berada di kerumunan para keluarga jamaah haji yang mencoba menerobos pagar asrama haji. Tangan kananku mencoba menahan pagar yang sedikit lagi hampir menghimpitku, tangan lain memegang perut. Ibu Hamil 7 bulan ini alhamdulillah akhirnya bisa tertolong oleh mata polisi yang jeli ngeliat saya yang sudah setengah nafas. Lagii-lagi Allah memperlihatkan kuasanya, hiks. 

Tiba di HPL...
H-1 yang penuh ketakutan. 
Gerakan gerakan saya lakukan ditengah rasa sakit yang mulai meradang. Belum sakit benar sih tapi sakit ini karena baru dirasakan jadinya takut, cemas. 
Semalaman nda bisa tidur, ku manfaatkan banyak jalan di kamar sesekali menikmati gelombang cinta itu, terus terus.. Setelah sholat sunnah dua rakaat, sy mencoba baring sebentar. Eh tapi...Pukul 02.00 dini hari, kurang lebih. Ada bunyi Puuukkk, ntah dari mana suara itu atau rasa itu, yg saya rasakan adalah, gamisku basah.

Oh inilah mungkin namanya ketuban.

Ku bangunkan suamiku yang sudah cuti lebih dulu dua minggu sebelum HPL, dan Mamak tentunya. Mereka ini orang paling penting yg harus mendampingi. Kedua-duanya panik, melihat gamisku sudah basah, buru-buru Mamak ambil sarung dan suamiku ngangkat semua tas persiapan lahiran, kami menuju RSIA Ananda.

Sesampainya di RS, perawat dan dokter cepat-cepat meminta saya berbaring di ruangan IGD. Cek pembukaan dilakukan, oh ternyata masih pembukaan 2. Tapi Dokter bilang, "Pokoknya nda boleh jalan buk ya. Pembukaannya mungkin masih lama, tapi ibuk nda boleh jalan karena nanti ketubannya abis. Baring saja. Nikmati prosesnya ya". Pengalaman pertama yang mengharuskan saya patuh dan taat atas arahan. Saya termasuk dalam pasien pengawasan Khusus sebagai Pasien dr. Wahyuni Saddang, Sp.Og. Jadi bidan yang nanganin nda sembarangan, semuanya setiap akan dan telah melakukan tindakan harus izin dulu samaaaa dr, Wahyuni.

Singkat ceriiiiita, kontraksi sakitnya mulai terasaaa makin hebat. Mamak ku peluk, sembari tangannya yang suci mengelus elus punggungku. Sumpah, itu rasanyaaaa enak sekali. Mengurangi rasa sakit kontraksi. Di kaki ku ada suami yang tidak lepas menemani. Wajah suami juga semacam mantra pengurang rasa segala rasa. Padanya ku berikan seluruh takutku, ku sampaikan bahwa saya takut tapi saya masih akan tetap menghadapi proses ini.

Adzan Dsuhur berkumandang, saya meminta Mamak dan Suamiku agar sholat saja dulu. Saya masih baik-baik saja jika ditinggalkan. Toh juga jika memang saya sudah mau melahirkan saya sisa memanggil Dokter dan Bidan. Mertuaku sudah lebih dulu di Masjid sejak waktu Dhuha tiba. Mereka mendampingiku lewat do'a yang tulus. Di waktu sendiri itu saya terus mengulung doa dalam hati, doa yg terulang-ulang. Sesekali jika rasa sakitnya datang, ku pegang tiang infus dengan kekuatan penuh seperti ingin mematahkan klo bisa. Dua orang Ibu yang juga sedang berjuang bergantian mengintip ku di kamar. Muka lemahnya yang masih berusaha jalan terus agar pembukaannya cepat, memberikan semangat.

"Dek, yang sabaaaar ya. Sabaaaaar. Insya Allah nanti sakitnya akan tergantikan dengan wajah lucu si bayi. Sabar ya" Mataku memerah, menetes air mataa disana.

"Terima Kasih, Bu" balasku.
"Terima Kasih, Ya Allah" Lirihku.

Dan waktunya pun tiba. Waktu dimana dorongan kuat si bayik mulai terasa. Saya mengeedan, bidan dan dokter berlarian. Setelah di cek ternyata pembukaannya sudah lengkap. Si Calon Ibu Baru ini pun mengedan dengan sekuat tenaga. Di sisi kiri ku suami yang siaga terus, membantu dengan semangat. Tak lupa Mamak yang sabar. Pukul 15.15 menit akhirnya sayapun bertemu dengan Multazam Al MUhajir. Melihatnya sekilas, hilang lelahku, memeluknya di dada, dan saya pun melemah. Si bayik dibawa perawat, suamiku ikut dibelakang anaknya.

Selamat datang didunia, Anakku. I love you to the sky...
Makasih Mamak Bapakku sudah melahirkanku.
Makasih Suamiku. 

Minggu, 01 April 2018

Aku... Hamil?

di April 01, 2018 2 komentar

Assalamu 'Alaikum Wr Wb.

Gak papa ya saya singkat salamnya. Agak males ngetik soalnya.
Long time no writing. Kangen skali rasanya menceritakan banyak hal ttg perjalanan kisah yang Allah titipkan buatku.

Saya jg belum bercerita bagaimana Pernikahan ku akhirnya terjadi, setelah berkali-kali jatuh bangun dan bermain dengan rasa, tahu tahu... Saya skarang sudah mau cerita tentang... Kehamilan yang usianya masih hitungan minggu.

Semenjak suamiku balik ke Bekasi, saya menunggu haid. Baru kali ini saya telat. Curiga awal hamil, tapi sulit jga mau percaya karena sebelum kali ini, banyaks kali tespack yang sudah terbuang. Dan memang, kali ini saya takut kecewa.

Takut kecewa tidak harus membuat saya lengah. Lebih baik kecewa daripada lalai dan menimbulkan sesal yg panjang.
Rabu, 26 Maret 2017 sebelum sholat subuh saya tespack. Air seni pertama katanya bagus.

Dan...

Hasilnya...

=== POSITIF ===

ditandai dengan dua strip merah di tespack. Duhhh gak percaya.
Masih belum percaya. Diseberang sana saya kirimkan foto hasil tesnya kesuami. Dan beliau, terharu, speaclesh, nangis, bahagia, dan apalagi saya... Yg sejak awal nikah pengeeeeeen skali hamil. Hiks. Tapi belum puas, saya kembali beli tespack. Gak percaya, belum percaya kalo sy benar2 hamil. Minggu subuh pun saya kembali nyoba.

Alhamdulillah, hasilnya sama...
Its mean, im really pregnant. Oh god.. Thanks a lot for your love to me. Makasih. Tolong bantu saya ya Allah, dampingi saya terus, disaat sy tdk bsa bersama suami disaat sprrti ini, kuatkan saya. Sabarkan saya. Dan jangan jadikan sy istri yg merepotkan. 😭😭😭

Jumat, 03 Maret 2017

Haji Kecil-ku (Kamukah jodoh itu?)

di Maret 03, 2017 0 komentar


Alhamdulillah..
ADAMAAA DIMEKKAH.. Yeyeyeye.. Alhamdulillah..
Saya cuman teriak dalam hati sebentar sekali, karena pada saat itu kan kita dalam keadaan Ihram, jadi kita diharuskan terus bertalbiyah dari mulai kami meninggalkan Madinah hingga nanti kami tiba di Tanah Suci Mekkah. Kami berangkat jam 7 Pagi dari Madinah. Kami singgah di Masjid Cantik Bir Ali untuk mengambil miqat (berpakaian ihram) sebelum memasuki Masjidil Haram, Mekah.  Masjidnya INDAAAAAAAH SEKAAAAALI. Liat sendiri maki ini nah. 

Masjid ini disebut Bir Ali (bir berarti kata jamak untuk sumur). Sebab, pada zaman dahulu Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA menggali banyak sumur di tempat ini. Sekarang, bekas sumur-sumur buatan Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak tampak lagi. Selain itu, Masjid ini juga dikenal dengan sebutan Masjid Syajarah (yang berarti pohon), karena masjid yang cantik ini dibangun di tempat Nabi Muhammad SAW pernah berteduh di bawah sebuah pohon (sejenis akasia).









Kami juga sempat singgah sebentar di Wadi Qudaid, untuk mengqashar sholat dan makan siang. Tempat ini asik sekali, terik panas matahari lumayan menyilaukan. Tapi gaess, suhunya ternyata sangat dingin. Brr... Romanticnya, angin menerbangkan mukenah dan gamis putihku dengan lembut. Saya sukaaaa sekali. Lebih sukanya lagi ditempat ini ada ayunan besi yang warnanya PINK. Warna yang manis untuk padang pasir yang kosong.  Kehkehkeh…
Tidak banyak yang bisa saya ceritakan disini selain tempatnya, dan juga tentang makanannya. Nah, haha. Makanannya aneh sekali rasanya. Jangankan untuk melahap habis, menelannya pun rasanya nggak bisa banget. Buat orang lain mungkin bisa, tapi buat saya dan Ayu itu sulit. 
Pamer sebentar ya.. hahaha



Dapat anak-anak lagi, hihi
Sayami jadi anak-anak hahaha
Karena makanan ini gak bisa ketelan, makanya kami beli mie saja. Harganya murah kok, cuman 5 Riyal saja, kalo di Rupiahkan 15.000 (kayaknya), hahaha. Mahal memang untuk ukuran mata uang kiteee. Kelamaan berkompromi dengan tenggorokan dan hati, akhirnya mie yang baru saja mau dimasukkan dimulut terpending dengan kalimat yang dikeluarkan oleh Si Ustads Muthowwif kami, "KALAU SUDAH MAKAN, BALIK KE BUS BU, PAK YA. SOALNYA PERJALANAN KITA MASIH JAUH DAN SEMOGA KITA BISA BISA TIBA MAGHRIB BIAR PUNYA WAKTU ISTIRAHAT SEBENTAR SEBELUM UMROH".
Mie pun kami bawa ke Bus. Makan di Bus. Nikmati di Bus. 


Kami tiba di Makkah sudah masuk waktu maghrib. Ada embun diujung mata yang membuat perih sekali, rindu itu sebentar lagi bakalan meretas disini. Tempat yang ku mimpikan sejak dulu. Saat pertama kali masuk Tanah Haram, do'a dan salam mengalir dari bibir kami. Semua yang belum pernah menginjakkan kakinya di tempat ini tentu bisa merasakan bagaimana mendebarkannya menunggu saat pertama kalinya kami melihat kiblat kami. Tempat yang setiap harinya kami sholat menghadapnya, membayangkannya saja sudah bagaimana bahagianya, apatah lagi kali ini kami akan langsung melihatnya didepan mata kami. Lalu kebahagiaan macam apalagi bagi seorang Muslim selain bertemu Robb-nya ditempat yang penuh Rahmat, yang hanya mereka yang dipanggil namanya untuk berada di tempat ini???



Aduh, maafkan kami!!! (GIFO TERUS)
Kami berfoto saat tiba di Hotel karena KAMI TIDAK PUNYA KAMAR. (Jangan tertawakan kami). Kamar kami masih terisi, ahhh sebenarnya bukan kamar kami, hanya saja kami diminta mendahulukan orang lain yang lebih dulu Usianya menua dari kami, hahaha. Berkorban sedikit gak papa ya. Semua orang sudah berada dikamarnya, kami belum karena kamar untuk kami masih terisi tamu Hotel sehingga kami masih harus menunggu. Malam itu kami berangkat untuk pertama kalinya memasuki Masjidil Haram untuk melaksanakan Umroh pertama kami, dan kami semua terbagi menjadi 2 rombongan jamaah. Rombongan pertama dipimpin oleh Ust. Muhammad Tamrin, Lc dan Kelompok kedua dipimpin Ust. Nurdin, M.Ag. Handphone dan kamera, kami simpan dikamar. Yang kami bawa ke Masjid hanya tubuh kami beserta otak dan hati, dan buku panduan. Kami mengikuti arahan Ustads dan terus dengan khusyu' meminta ampunan Allah agar memudahkan Ibadah kami dan berkenan mengampuni kesalahan kami. 

Dari jauh, ku lihat Ka'bah. Pikiranku pecah. Saya tidak sadar sedikit hampir meninggalkan rombongan karena berdecak kagum melihat kokohnya Kiblatku itu. Tempat yang selalu ku lihat di sajadah ku, di kantorku, di brosur, saat ini saya bisa melihatnya lebih jelas. Ya Allah, tinggi sekali ka'bah itu. Ya Allah, banyak sekali manusia didekatnya. Ya Allah, bisakah saya menyatu ke sana? Bisakah saya memintaMu mencintaiku, agar Engkau perkenankan saya Ya Allah menyentuhnya, menciuminya, dan terus merintih didepan ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim itu? Ya Allah, manaaa semuami temanku? Astaghfirullah jauhkuu mi terlempar. Hiks hiks hiks. Air mata ku hapus, lalu ku gesitkan langkahku, kembali ke rombongan untuk bisa mendapatkan posisi aman untuk Tawaf. 7 kali putaran kan? Setelahnya kami sholat sunat didekat Makam Ibrahim, dekat Multazam atau yang sejajar dengannya. Minum air zam-zam. Lalu sa'i antara Safa dan Marwah. The last, tahallul. Foto yang saya posting ini adalah foto-foto di Umroh kesekian kami, karena  di Umroh pertama kan kami gak bawa kamera, dll. Hihihi. 






Nda tanggung-tanggung Ayu gunting rambutku sepanjang ini, haha.





-          Jabal Rahmah
    Tempat ini semua orang hafal sebagai tempat pertemuan Adam dan Hawa. Kisah cinta yang paling bersejarah sepanjang Masa. Di tempat ini, kita harus mendaki bebatuan (selain dengan menggunakan tangga kita bisa memanjat batu untuk sampai kepuncak). Saat itu, kenapa kami memilih mendaki bebatuan karena perjuangannya ingin sekali kami rasakan, hihi. Sendal saya buka dan hanya beralaskan kaos kaki saya mulai memanjat. Yang paling saya jaga adalah wudhu ku. Hihihi. Saya menantang diri sendiri. Apa saya bisa menjaga wudhu saya dikondisi ramai seperti itu? Dan, Alhamdulillah. Bisa.
Oh iya… Gamis yang saya kenakan itu pemberian dari Ibu Hj. Nurmala Rahman, dan Jilbabnya itu dari Bunda Niar. Mereka pas tahu saya mau Umroh langsung membeli semua itu khusus buat saya. Hiks. Terharunya bukan main. Sudah saya Umroh gratisan, sekarang malah dibelikan baju ihram, juga gratisan. Allah Akbar. Fabiayyi ‘alaa irobbi kumatukadsiban. Jazakumullahu khairan katsiran..

 Kembali lagi di Jabal Rahmah ya.
 Pada saat kami berada dipuncak, kami hanya foto-foto terus. Eh.. Menyentuh juga TANPA DOA.
 Di bus, kami sudah di ingatkan oleh Muthowwif kalem itu, bahwa:
1.       Niat ke Jabal Rahmah hanya untuk Ziarah
2.       Tidak boleh berdo’a kepada Jabal Rahmah karena sejatinya doa hanya pada Allah SWT.
3.       Tidak boleh sholat.
4.       Tidak boleh menulis.
Saya hanya menyentuh tembok itu, tidak menulis juga. Lalu sisanya FOTO. Hihihi. Namun nih ya.. Hmm.. secara tdk langsung pas liat jabal rahmah didepan mata sendiri, saya tiba-tiba berdoa dalam hati “Ya Allah semoga saya juga disegerakan bertemu jodoh yang bisa membuatku semakin cinta pada-Mu dan bisa meneladani kisah cinta para Anbiya”. Aamiin Ya Robbal ‘Alaamiin. Heyyy, aamiin-kanka. Hahaha. Ujung-ujung berdoa tonji. Hmddd.. 

-        
      Exhibition Of The Holy Mosques Architectur
Ditempat ini tidak banyak yang bisa saya ceritakan. Hmm, isinya semua benda-benda lama Masjidil Haram di Mekkah dan Madinah. Hehe. 


-        Hudaibiyah
Di tempat ini, tempat kami mengambil Miqat untuk Umroh selanjutnya, dan juga ada perkebunan Untahhhh.
Ehhh?
Ngapaaa na perkebunan?
Haha, sorry. Maksudku peternakan Unta.
Nah Unta-nya lucu, tapi bauk. Bau pesing. Hahaha.
Nah yang mau saya ceritakan disini itu tentang Untanya.
Jadi ceritanya saya mau memberanikan diri “menyentuh” si lucu ini. Sebenarnya takut, tapi Abdul (adiknya Ayu) membantu. Pas saya sentuh, saya elus elus lembut, tiba-tiba air mata si unta menetes. Ihh, sensitive begini enteee? Ahaha. Baper begitu? Ternyata Unta, memang hewan yang perasa. Ada banyak manfaat dari Unta  itu sendiri. Hewannya bisa dipake sebagai alat kendaraan, susu sampai air kencingnya (pun) bisa mengobati banyak macam penyakit. Susunya saja sudah bikin eneg, apalagi “kencingnya”. Ya Allah. Hueeekkkk…. #mualkabayangkan



-        Hijr Ismail dan hajar Aswad
Hijr Ismail adalah salah satu tempat yang mustajab di area Masjidil haram. Butuh perjuangan untuk bisa ke tempat ini karena bayangkan saja tempat sekecil itu, ada ribuan orang yang berusaha juga untuk masuk kedalamnya untuk sholat? Untuk orang yang kecil kayak kita Orang Indonesia, aissss, bisa-bisa ta’lempar maki. Hihi. Karena saat itu saya berangkatnya sama Nenek dengan Kakak Alling (laki-laki) yang otomatis bukan Mahrom, maka harus bisa melindungi diri sendiri. Hmm, pokoknya “Ya Allah, lindungika” itu terus yang di ulang-ulang dibibir. Hihihi. Sambil dsikir, sambal tawakkal juga. Saya serahkan hidup dan matiku Ya Allah pada-Mu.
Dan, hehe. Alhamdulillah air mata itu tumpah di tengah-tengah Hijr Ismail disaat saya berdoa “hanya minta di ampunkan dosaku”. Padahal sebelum ke masjid saya sudah menyiapkan konsep doa apa yang akan saya panjatkan. MALAHAN. Sampai disana, NOTING! Saya lupaaaa semuanya. Saya hanya mohon di ampunkan. T_____T
Mungkin dosa saya memang besar jadi Cuma ingat itu. Hiks hiks hiks. Setelah sholat, saya mencoba sedikit menyela di antara orang India, Pakistan, sama orang apa itu nda tauk. Saya menyentuh kabbah. Ku dekatkan wajahku. Ku cium kabbah. Kiblatku. Benar kata mama, kabbah itu harum sekali. Kainnya lembut. Dan saat menyandarkan wajahku di sana, ada ketenangan yang mengaliri seluruh sendiri tubuhku. Saya lupa dengan duniaku. Lupa soal Ijazah yang belum diurus. Lupa sama kerjaan di Maros yang mungkin akan banyak saat pulang nanti. Lupa sama utang yang belum lunas (inikah memang selaluji nu lupaiii ulpa), tapi serius. Saya lupa dengan semua urusan duniaku. Serasa ingin tetap bertahan disini. Selamanya. Lebih dekat dengan-Mu. Kenapa tak disini saja saya dilahirkan Ya Allah? Bisa Bahasa Arab. Dan bisa lebih dekat dengan Rasulullah. Seperti itu indahnya. Seperti itu bahagianya. Sungguh bahagia sekali.

Lalu, Hajar Aswad.
Ada suatu waktu sebelum balik ke tanah air, saya ke masjid sendiirian. Perasaan saya campur aduk. Sedih pokoknya. Sangaaaat sedih. Ya Allah. Saya memilih ke Masjid sendirian. Menghabiskan waktu disana dari malam sampai pagi. Lapar ma baru ndada makanan saya bawa. Sempat tertidur, pas bangun malah jilbabku ada sobekan. Ihh apa saya bikin ini tadi? Tidurja, kenapa sampai sobek? Hahaha. Kayak habiska baku jambak sama orang. Padahal ndaknaja. Tinroja pokoknya. Ckckck.
Eh bukan itu yang saya mau ceritakan. Hmmm
Jadi pas bangun, saya melihat ke ka’bah. Saya lihat dengan lekat. Saya sudah pernah berhasil cium kabbah. Sudah pernah menciumnya, menyentuhnya. Sebentar lagi saya akan berpisah dengannya. Tempat yang selalu saya sebut dalam do’a-do’a ku. Ah Ya Allah, kenapa singkat sekali? Bisakah pesawatnya besok menolakku? Ataukah pegawai Hotel-nya Jazeerah Al-Shafrah itu memintaku jadi Pegawainya saja? Kalo nggak minimal saya bisa jadi pengatur barang di Bin-Dawood? Karena kalo mau ngarep di per-ISTRI-orang Arab juga OGAH. Kenapa? Nda taukka Bahasa arab, nantikah na callaija baru ku kirami na bilangika Cantik. Ihhh, kenapa na lari salah lagi ini pembahasan?
Kembali lagi. Saat saya melihat Kabbah, saya bergerak. Ku ambil sandal. Masukkan ke tas (x). Mulai mengikuti rotasi TAWAF.
Jilbanya Sobek padahal jilbab baru gang
Sekedar info juga, saat kita melakukan tawaf… semakin jauh kita diluar barisan melakukan tawaf, semakin lama, kita akan memasuki lapisan putaran terdalam hingga mendekati KA’BAH. Disaat itulah saya mencoba mendekati HAJAR ASWAD. Uhh, BISMILLAH. Coba saja. Nda ditau mana ada rezeki bisa cium toh?
Nahhhh….
Saya sudah dekat dengan Rukun Yamani. Saya memegang pinggiran kain ka’bah dan disana ada cincin pengait kain ka’bah dengan tembok, saya memegang cincin itu. Ukuran cincinya bisa jadi gelangku. Hihi. Nah.. Sudah banyak orang yang mendorong. Saya sudah hampiiir saja kehabisan tenaga. TAPI, semangat ulfa. Sedikit lagi. Yaaa, sedikit lagi. Tiba-tiba ada seorang Bapak, melompat ke arahku. Memanjati pinggiran Ka’bah itu. Ya allah, “Matika sebentar ini, matikaaa” kataku dalam hati. Itu orang tinggi besar, mau melompat lewati kerumunan orang. Trus dibelakangku ada orang pake Bahasa Arab, nda tau apa na bilang tapi dri gerakan tangannya seperti mengatakan, “Jangan, jangan. Ada perempuan disini”. Gueehhh tuh maksudnya. Hahaha. Soalnya dia bilang “ hajjah, hajjah” gitu. Mereka sangat melindungi Kaum Perempuan. Tidak menyentuhnya. Tidak mendorongnya. Tidak berteriak pada perempuan. Tidak menarik mukenahnya. Tidak sama sekali. Karena terlalu terharu saya memandangi si Bapak yang membelaku, cieelaaahh, saya tiba-tiba tersentak.
Orang dibelakangku pada hilang. Ini pada kemana?
Ternyata kami di usir sama tentara penjaga Ka’bah. Hajar aswad akan segera dibersihkan. Hanya karena saya perempuan jadi tentaranya tidak menyentuhku sama sekali. Dibuatlah pagar pembatas. 2 jam kemudian baru bisa mencium kembali. Ahh Ya Allah. Sayang sekali. Dan, saat itu saya mau keluar dari kerumunan, tiba-tiba (lagi) ada Bapak yang kembali mau melompat memasuki pagar pembatas itu. Mungkin orang yang sama dengan yang tadi ya? Mereka kok anarkis gini ya? Saya mulai ketakutan. Muka ku sudah gak beraturan gimana kucelnya. Sudah penuh keringat, lipstick hilang, jangan ditanya lagi soal BEDDAKnya. Hilangmi semua. Dan, si Bapak yang melompat tadi di pukul sama tentara lagi. Akhirnya hebohlah disana. Saya nangis. Si Bapak Arab itu melompat lagi dan sikutnya kena ke leherku. Allah Akbar saaaakitnya Ya Allah. Disitu saya nangis. Meringis. Seorang Pemuda berkebangsaan India melihatku dengan Iba dan bilang, “Don’t cry.. Please Don’t cry. You must be fight” dan mengelus kepalaku. Ya Allah.. Itu orang. Baeknya. Saya wajarkan dia sentuh kepalaku mungkin makkamase2 sekalima diiliat. Saya tidak tahu alasan apa yang akan saya pakai untuk keadaan ini. Saya gak bisa balas kalimat apapun selain sesenggukan. Alhamdulillah saya berhasil keluar dari kerumunan, mendekati Makam Ibrahim. Saya ingin melihat saja. Saya ingat bahwa kita juga tidak boleh menciumnya. Hanya menyentuh lalu melihat tapak kaki Bapak Para Anbiya’ ini. Besar sekali. Hihi. Ya allah. Ini membayar sakit tadi. Saya menyeka keringat dan air mata. Saya keluar dari Masjid. Diluar saya bercermin, dan… hahahahaha. Cukmalakna asli. Kayak sudahki na muntahi kucing. Hahahaha. Itu ujung mukenahku sudah gak dijidat tapi di atas kepala. Jilbab mencong kanan-kiri. Ngerti ya? Saya make jilbab dlu trus mukenah. Ahh luar biasa rasanya. Rasanya GAGAL itu bikin bahagia juga. Karena saya sadar. Kalo niatmu memang untuk coba-coba maka hasil yang kamu dapatkan memang benar-benar mencoba. Asal coba kan? Itulah rasanya.
Kembali perbaiki niat. Perbaiki bahwa memang kamu mau mencium bukan mencoba mencium.
Kesempatan mencium saya kubur dalam-dalam. Saya memilihi ke Jabal Umar, mencari makanan apa yang bisa dimakan. Mataku tertuju pada SHAWARMAT. Kayak kebab isi daging dan sayuran.
Kita pulang ya.. balik ke hotel. Mandi trus packing. 
Sebelum meninggalkan masjidil haram kami melakukan Tawaf wada, tawaf perpisahan. Luar biasa sekali rasa sedihnya. Sholat subuh terakhir kami di sini terasa berat sekali. Air mata ngalir terus. Terus dan terus. Kami sedih, setelah ini kami akan meninggalkan tempat mulia ini. Jauh lagi dari Rasulullah SAW. Jauh lagi dari tempat paling meneduhkan. Tempat yang membuat kami lupa akan dunia. Disni saya merasakan betapa indahnya mengejar akhirat itu. Benar-benar jika kita hanya mengejar dunia, kita hanya akan menjadi orang yang paling rugi. Sungguh sangat rugi. 



-          Jeddah
Selamat Tinggal Makkatul Mukarramah. Sebelum meninggalkan Tanah Mekkah ku tatap berkali-kali menara Masjid Agung itu. Kapan lagi Kau akan berikan saya kesempatan ke sini lagi Ya Allah?
Oh iyya saya mau bercerita sebelum kami meninggalkan hotel. Jadwal mestinya kami berangkat pagi-pagi, cuman karena telat bangun, akhirnya karapa-rapa lah kami. Haha. Ini moment yang “paling” bikin gak semangat. Saya make gamis kayak lemeeees banget. Sudah mau balik. Koper kami semalam sudah di siapin diluar kamar. Sejak hari ke-2 di Mekkah, perasaan saya sudah campur aduk. Seimbang sedih dan bahagianya. Bahagianya gak usah ditanya kenapa. Semua alasan itu ada disini. Tapi sedihnya? Ada yang mengganggu jiwa. Ada yang selalu membuat nangis, sampai perasaan gak enak banget asli. Pelan-pelan saya meminta Allah memberikan saya ketenangan batin. Kenapa sebenarnya saya jadi sedih sekali. Mata kiri saya kedap-kedip sampai pulang. Yang membuat saya nangis kencang sebelum pulang itu saat seseorang yang “paling” saya suka, yang namanya saya simpan, saya tanam dalam hati, mem-BLOCK-ir saya. Didepan ka’bah arah rotasi tangis ku berubah yang tadinya karena terharu liat ka’bah, mohon pengampunan, dsj., berbalik jadi semacam “ORANG PATAH HATI”.  Tangan ku gemetaran pegang HP. Pas matahari lagi teriknya, lagi panasnya, dan saya nangis. Saya lapangkan dada. Saya sholat dua rakaat, entah sholat apa itu. Yang jelas sholat saja. Jatuh-jatuh air mataku. Mukenah keliatan sangat basah karena warnanya ungu. Mungkin orang yang ngeliat mikir, “Masya Allah khusyu’nya sholat sampai nangis”, padahal orang broken heart anjooo.

Baru selesai saya sholat, saya melapangkan dada, ada pesan masuk. Bapaknya Bu Hj. Nurmala (yang ngasi saya gamis) meninggal. Allah akbar. Tumpah lagi itu air mata. Saya cuman bisa berdoa semoga Allah memberikan tempat terbaik buat beliau dan Bu Mala di sabarkan. Aamiin Ya Allah. Maaf Bu, gak ada disana disaat Ibu lagi berduka. Masih di posisi yang sama, Pak Andi Baso, sahabat terbaikku juga chat.

“beliau minta di do’akan supaya bisa secepatnya pindah ke Seksi Haji”. Saya hapal betul, hari itu Jum’at. Saya aamiinkan terus. Aamiin aamiin kataku. Dan, itulah komunikasi terakhirku sama beliau. Beliau-pun kembali pada-Mu Ya Allah. Saya pulang benar-benar disambut duka yang penuh dikantor. Bu Mala, dan Pak Andi. Inilah mungkin tanda perasaan itu. Sedih skali pokoknya. Saya paling sedihnya di Pak Andi. Beliau minta dibelikan tasbih dan gelang koka, saya belikan semua buat beliau, tapi tak ada yang beliau liat sebelum kembali pada-Mu. Inilah sakit yang paling sakit dari semua sakit yang saya alami diperjalanan ini. Kehilangan sahabat terbaikku. Ah sudahlah, baper. Semoga Allah memberikan tempat terbaik disisi-Mu.  Selamat Jalan Sahabatku.

Perasaanku masih campur aduk. Perjalanan ke Jeddah menjadi semakin sendu. Senyum dipaksa, kaki kayak diseret, sebentar lagi kami kembali ke Tanah Air.
Kami sholat dhuhur di Masjid Ar-Rahmah Laut Merah.
Masjid yang indah. Indaaah sekali. Saya sengaja sholat dipelataran biar bisa merasakan langsung angin menenangkan perasaan.
Selesai sholat saya berjalan keluar area Masjid. Saya terus meretasi jalan panjang itu. Foto-foto, yah apalaaagi.. hehe. Terus dan terus.
Dan ada seseorang yang menjepretku diam-diam hahaha.
Beliau ngajak kenalan. Sikasiksikasik yuhuuu, cowoopppp. Hahaha.
Masjid Terapung
“Mbak mau fotonya?”
“saya di jepret, Mas ya?”
“Haha iya mbak. Soalnya tadi posisi Mbak keren tuh. Jadi kayak candid mbak. Mau?”
“Boleh” Kataku. Halaah… bloethoot. Pasti ada yang mau bilang, “ededeeee, share it lalo”. Toh? Hahaha. Saya cuma ikuti Mas-nya. Dia mau ngirim pake blutut.

“Mbak jamaah dari mana?”
“Makassar, mas” Kalo bilangka Maros pasti nanyaji lagi, dimana itu. Jadi langsungmo Provinsinya saja.
“Ohhh makassar. Saya pernah kesana. Losari kan mbak ya?”
“………” senyumja. Gueehhh gak nanya.
“dah sukses semua mbak ya?”
“Hahaha, iya mas. Makasih banyak. Oh iya, tolong ya. Foto saya di HPx mas, di Hapus”
Mas-nya melongo. Hahaha. Coppp… maaaf.
“Oh ya udah kalo gitu sip mbak”.
“Mas sendiri dari mana?” Tanyaku biar sekalian sy berbaik hati.
“Jakarta Mbak, hehe”.
“Oh Jakarta” dari jauh ada 3 orang temennya cowok juga dating nyamperin kami. Saya buru-buru pamit.
“Maaf mas, saya harus balik ke Bus. Terima kasih sekali lagi. Assalamu alikum”
Si Mas senyum nyodorin tangannya, saya cuma nangkup ke dada dan melaju dengan laju, lariii… kok lari? Saya suka gamisku terbang, jilbabku terbang, saya suka angina menyapu dengan manja. Saya suka sekali. Dari jauh saya lihat beberapa orang sesamaku Jamaah Umroh sibuk mondar-mandir. Termasuk Ustads kami.
“Masih berkeliaranji. Tingalma juga deh”

Selang 10 menit, Si Tante (Maaaknya Ayu) Teriak dari jauh.
“Ulfaaaaaaaa… oooo… Ulfaaaaaaaa…”
Saya berbalik, karena merasa saya yang dipanggil saya berjalan kea rah tante.
“Iyyee….”
“Astaghfirullah Nak, dari manaaako. Orang dari tadimi cariko. Sejam maki muter-muter cariko. Itu Ustads dari tadi pusing. Di kasi tauko 30 menit ji waktu’ta disini na ini maumi 2 jam.
Dehhh. -_-
Apami mau saya bilang ini. Hiks.
Saya ke Bus, semua orang ngos-ngosan, campur marah. Saya langsungmi duduk dekat sopir. Nda ke tempat dudukku ma.
Dari jauh saya liat si Ustads dating dan naik ke Bus kami.
Saya mau minta maaf tapi, dia nda liatka. BELIAU MARAH!!!
Nda enaaaaknya sumpah perasaanku. Mulutku Cuma menganga. Ya Allah, rancuuu begini perjalananku. Hiks hiks.
Tiba di Bandara saya Cuma bisa diam.
Sebagai pengalihan saya ajak foto, SHEILA!!!
Who’s that?
BENCONG SESAMA JAMAAH UMROH.

-_______-
 



Masuk di ruang tunggu, kami harus nunggu lagi sebelum naik ke pesawat. Hapeku lowbat sekali, jadi saya nyari tempat cas. Disini lagi saya bikin agar-agar. Hmm, gara-gara. Keasyikan ka ngecas. Saya nda tau kalua orang sudah pada ke pesawat. Saya dicari lagi, dimarahi lagi. Hiks. Ternyata sendiri k umami di sana. Ya Allah, ulpaaaaa.
Saya menjadi orang terakhir naik pesawat. Lalu, ketemu lah saya dengan si Ustads.
Saya gak ngomong apa-apa kan. Soalnya “mallakka”. Haha.
Trus pas sementara jalan saya sapa dengan ramahnya.
“Ustadz, hehe”
“Apaaa?” Jawabnya ketus. Ihhhh, ini orang eee. Baekku mo lagi.
Dan muka ketus ji saya dapat terus.
Halaah… sampai di atas pesawat tidak ada sama sekali kalimat keluar. Mauki minta maaf jga aihhhh malaska.
Dan itulah kebersamaan terakhir kami semua di Bandara Abdul Aziz Jeddah. Yeyeye.

 





Oh iya, belumpa cerita.
Pas pemeriksaan digarambangiki sama petugas bandaranya. Hahaha. Deh pemeriksaannya biar sepatu dibuka juga. Trus di granyang-granyangilah kami semua para perempuan ini. Hahahaha. Tenang, perempuan ji petugasnya. Na kira kayaknya ada bom di sembunyi dalam gamis. Hahaha.
Lalu, siapa jodoh itu?
Jodoh itu adalah HIDAYAH.
Itu yang ku genggam kembali ke tanah air.
Saya berjanji, setelah kembalinya saya disini, saya akan berusaha menjaga Izzah Addin-ku. Semampu dan sebisaku. Saya akan menggenggam HIDAYAH dan rasa cinta yang dalam ini pada-Mu. Saya akan memperbaiki diriku sebesar usaha dan semampuku.  Aamiin aamin Allahumma Aamin. Itu janjiku Ya Allah. Menjadi sebaik-baiknya hamba-Mu. Menjadi sebaik-baiknya Umat-Mu Ya Rasulullah meski tidak bisa membayar dosa ku yang telah lampau.

Kami tiba di Makassar alhamdulillah dengan muka bengkak tidur selama 12 jam dipesawat. Hihihi. 
Moment terakhir kami sambil tunggu bagasi yaaa ini, apalagi kalo bukan foto-foto. hehe. Saya nda akan pernah lupakan kebersamaan dengan kalian. Meski dengan Alzheimer sekalipun, yahhhaaaa. Carita. Hahaha.




SELESAI!!!



 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review