Senin, 30 Juli 2012

Itu Cuma Pikiranku..!!!

di Juli 30, 2012 0 komentar

Langkahku sangat berat untuk kembali kerumah siang ini. Pukul 16.24 itu harusnya aku merasakan angin sepoi-sepoi yang menghangatkanku, membuatku sedikit terbang melayang meski tak bersayap, dan mungkin saja sedikit memberikan ku rasa relax sambil menikmati langkah-langkah kecilku sebelum sampai ke rumah. Tapi, sore ini benar-benar masih terasa panas. Baju ku sudah basah karena peluh, jilbabku sudah tak beraturan lagi bentuknya, dan sepatuku berlapis debu. Ku bayangkan wajah ibuku saat aku sampai rumah. Mungkin beliau akan bilang “dari mana saja kamu jam segini baru pulang?” dan ayahku mungkin juga berkomentar “kalau tidak ada urusan kampus lagi, lebih baik langsung pulang saja” atau bahkan abangku pun ikut menyumbangkan komentar yang selalu membuat ayahku khawatir “habis jalan sama cowokmu? Gadis berjilbab kok pacaran? Anak siapa sih itu? Anak ayah atau ibu? Saya ajha yang cowok gak pacaran”. Grrrr… sangat tak pernah ia membuatku sedikit nyaman di dekatnya kecuali pada saat ia melukisku. Ya, abangku sangat pandai melukis. Ketika ia melukisku, saya merasa menjadi perempuan paling cantik di dunia karena ia selalu melihat wajahku sambil tersenyum. Seolah-olah ia benar-benar menikmati kecantikanku. Aahh.. Indahnya.. hahaha.. tapi, Itu Cuma pikiranku.
Tak salah lagi, mereka bertiga lengkap di teras rumah. Ku lihat dari mataku yang sedikit menyipit mengintai mereka dari jarak tak jauh dari rumahku sekitar 10 m. cukup dekat, cuma karena saya sedang bersembunyi di balik deretan pot bunga mahalnya ibu dokter yang juga tetanggaku maka al-hasil juga aku tak keliatan sama sekali. Ku pelajari ekspresi mereka sebelum melengleng masuk kerumah. Ini untuk mewanti-wanti agar aku tak kena marah nantinya!! Itu Cuma pikirku saja. “Sepertinya mereka sedang bersantai? Oke, aku bisa berlenggang ria sekarang!” Kataku dalam hati…Hmmm..
“assalamu alaikum..aku pulang…!!!” salam pembuka ku sambil terus berjalan ke meja menghirup kopi kakakku tanpa melepas sepatuku.
“eh, gak sopan amat sih” gertakknya sambil memukul ringan tanganku yang masih memegang cangkir.
“apa sih bang..haus ini saya bang,haus..!! tega amat sama adik ndiri..”
“kamu dekil amat sih ta? Dari kampus apa dari sawah?”
“Ya Allah bang, dari kampus lah. Kalau saya dekil begini artinya saya serius belajarnya. Ampe muka saya pun gak saya perhatiin lagi ngurusin pelajaran mulu?”
“eehhh,,kamu kira aku gablek, gak pernah sekolah? Muka dekil mu ini bukan suntuk karena pelajaran tapi karena habis keluyuran khan? Ayoo ngaku, dari mana saja kamu?” teriaknya sambil menjewer kupingku.
“sudah..sudahh..!” lerai ibuku yang ku kira ia akan membelaku tapi ternyata..
“dari mana saja kamu? Jujur?” gertak ibuku. Aku memperhatikan wajah ayahku yang juga ekspresi sama, tanpa ada yang mengasihi ku sama sekali.
“tadi lagi nyari dana bu. Dari cek proposal di beberapa perusahaan tempatku dan teman-teman berharap di cairin proposal kegiatan kami?” aku mencoba memelas. Kali saja mereka luluh.
“ah tuh kan bu? Apa juga saya bilang? Dita ini ikut organisasi makanya dia jarang pulang. Saya sih setuju ajha Dit kamu berorganisasi tapi ingat jangan pulang lebih dari jam 3 sore?”
“Apa? Mana ada kegiatan yang bisa selesai sebelum jam 3? Mana juga ada urusan yang bisa selalu selesai sebelum jam 3? Ma..” belum habis aku membalas abangku, ayah lebih dulu memotong dengan sepotong ceramah pula. Mati saya..!!! habislah..!!!
“Dita, ayah lebih seneng kalau kamu dirumah, belajar, bantuin ibu, gak jalan sembarangan. Kamu itu anak perempuan ayah satu-satunya. Kalau bukan kami yang ngejaga kamu sapa lagi?”
“Tapi yah, kan dita juga gak kemana-mana yah. Dita belajar kok, bantuin ibu kok. Organisasi itu juga penting yah. Memang gak ada hubungannya dengan kuliahku tapi ini salah satu pengembangan diri juga. Kali ajha nanti pas Dita sukses jadi anggota dewan misalnya, Dita bisa jadi perempuan cerdas ngomong di depan umum. Ayah khan jadinya bangga juga punya anak yang berhasil”.
“Tapi, Ta. Kamu itu perempuan. Terlalu bahaya kalau kamu keseringan keluar. Ingat, perempuan itu paling rawan kena fitnah tetangga” terang abangku yang asli sok pintar sekali dia sekarang.
“bang, ya gak usahlah kita dengerin apa yang dibilang tetangga. Selama kita ngelakuin yang benar, gak keluar dari koridor, mempertahankan harga diri dan martabat agama ngapain mesti mikirin orang bilang apa? Jadi orang baik dan berguna itu gak mudah bang?”
Sore ini sedang rezekiku untuk bisa mengalahkan debat keluargaku. Aku menang walaupun tidak pada suatu waktu kemudian di saat aku minta izin ikut kegiatan.
“Ahh.. gak usah. Pake nginap lagi.” Ayah melarangku justru pada saat kegiatan organisasiku berlangsung esoknya. Ini sudah merengek ke 4 kalinya dan tetap saya mengalami kegagalan mendapatkan izin. Orang tua ku memang sangat otoriter dan begitu ketat kepada urusan anak-anaknya. Beliau mungkin trauma karena anak salah satu sahabatnya pernah kabur dari rumah bersama pacarnya yang juga seorganisasi dengannya, yang membuat setiap orang tua yang mendengarnya tentu miris dan hanya bisa menelan ludah sambil mengucap dalam hati kalimat “Naudsubillahi min dsalik”. Aku menutup perjuanganku itu dengan menghela nafas sambil menutup mata.
Ada sebuah sms yang masuh di hapeku pagi ini. Dari seorang teman organisasi yang mengingatkan kalau kami harus berada di lokasi kegiatan 30 menit sebelum kegiatannya di mulai mengingat kami harus bertindak professional sebagai panitia. Ku intip ruang tamu tempat ayah dan ibu ku menikmati pagi ini dengan minum teh hangat dan kue. Abangku masih tidur, pasti. Aku sudah mengeceknya tadi sebelum aku berpakaian rapi begini.
Jika ku coba kembali minta izin, bukan lagi tauziah yang ku dapat tapi malah mungkin saya akan di remas-remas ibuku. Pagi-pagi sudah buat orang tua geram dengan keinginanku yang terlalu banyak. Ah, dari pada begini mending aku kabur saja. ku buka jendela kamarku kemudian melompat keluar sambil berjinjit melewati pekarangan belakang rumahku dengan tangan kiri menenteng tas dan tangan kanan menenteng sepatu. Kenapa mesti lewat belakang? Karena ruang tamuku berada di depan. Kalau aku lewat depan 98% akan ketahuan kecuali mata ibu dan ayahku sudah juling maka mungkin aku bisa terbebas. “Astaghfirullah, dosa kamu ta”. Pekikku sendiri. Tidak hanya alasan itu, tapi karena pagar depan rumahku terlalu tinggi. Bukan hal yang aneh lagi jika pemilik rumah juga pernah terjatuh karena pagar itu terlalu tinggi. Salah satunya aku yang pernah jatuh karena ingin meraih buah mangga yang tingginya bisa kita raih jika berdiri di atas pagar itu. Kalau aku melewati pagar itu, kemungkinan aku akan kedapatan duluan sebelum berangkat. Alasan lain kenapa mesti lewat belakang karena di belakang sudah menunggu becak langgananku. Mas Apoi yang katanya jatuh cinta sama aku ini mau saja ku peralat untuk membantuku kabur dari rumah. Aku berhasil menyeberangi pagar rumah yang pendek itu. Mas Apoi sudah siap dengan rambut yang sepertinya telah ia sisir rapi dengan minyak rambut tokeknya yang ampun baunya menyengat kayak tawon. Fiuuhh…!!!
 “Ok bang, jalan” kataku pada Mas Apoi.
Tapi Mas Apoi masih juga tak menjalankan becaknya.
“Ada apa sih bang? Ayo jalan dah telat saya ini?”
“jadi begini cara kamu melawan orang tua hah?”
Aku menengok pelan dari arah suara dan ternyata…
Plaaakkkkk… sebuah tamparan panas mendarat di wajahku…!!!
Ternyata itu ayah.. Huhuu…!!! >.<
Aku cepat-cepat turun dari becak.
“Maafin Dita, Pak. Dita  Cuma pengen….”
“Kamu mau jadi anak yang berhasil tanpa restu orang tua juga kamu gak akan bisa. Kamu hanya akan jadi anak yang durhaka. Ngerti kamu?” gertak ayahku. Aku benar-benar melihat wajah marahnya itu. Nafasnya naik turun menahan amarahnya padaku.
Aku hanya bisa menangis sebelum aku memiliki kekuatan yang entah dari mana aku menentang ayah dengan lantang.
“Apa sih Yah, salahnya berorganisasi? Dita juga mau pintar yah, pengen kayak anak-anak lain yang punya banyak teman, kegiatan yang bermanfaat, bebas ngelakuin apa yang mereka mau.. dita juga mau punya masa remaja yang indah yah..” aku menangis tersedu-sedu di depan ayah. Aku benar-benar meluapkan perasaanku.
“Oke kalau itu mau kamu. Mulai hari ini jalani kehidupan yang kamu mau jalani. Jangan lagi pernah meminta pendapat ayah, jangan lagi bertanya pada ayah, jangan lagi meminta izin pada ayah, pokoknya lakukan saja apa yang kamu mau lakukan. Ayah capek dengan kamu. Kamu anak yang durhakaaa….!!!!”
Ttttoookkkk…!!!
“ahh, sakkiiitttt”
“ngapainnn?? Mikiirin pacarmu?”
“astaaggaa,,,abang..aku gak punya pacar bang… tadi aku Cuma mikirin sesuatu ajha.. Hmm”
“apaan emang?”
“Hehee,,kagak bang..kagak ada?”
Aku bercerita panjang lebar dengan abangku malam ini. Oia, yang kejadian pertengkaran di atas tadi itu Cuma pikiranku saja. bagaimana jika aku membangkang, kabur, dan melawan? Jelek khan hasilnya? Makanya aku menolak melakukannya meskipun aku harus kehilangan kesempatan untuk organisasiku. hehehe



 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review