Kamis, 01 Agustus 2019

Multazam Al Muhajir

di Agustus 01, 2019 0 komentar
Rumahnya sudah penuh rayap. Harus dibersihkan banyak dengan tulisan. Sebenarnya banyak sekali yang mau ku ceritakan, tapi semangat menulisnya sekarang kurang. Tapiii saya nda mau nambah lama... Cuss saja ya pada cerita yang mau saya tuliskan. Hehe..

ehhh..
Akhirnya saya menjadi Ibu loh. Ahirnya sayaaaa merasakan 9 Bulan membawa bayi didalam perut. Dari mulai hanya merasakan "ada" manusia didalam sana, sampai benar-benar merasakan gerakan "manusia" itu. Dari mulai menyentuh tespek bergaris dua sampai akhirnyaa saya berdiri di depan sebuah tubuh kecil. Anakku.

Sepanjang hamil banyakan waktu yang saya lalui berdua dengan si bayik. Kemana-mana cuman berdua dengan dia di dalam rahim. Suami di bekasi mengharuskan saya tidak boleh manja. Selalu ada Allah disetiap inginku dan prosesku. Anakku dan Allah menemaniku lebih dari apapun. Membentukku tidak manja dan selalu bisa mengandalkan doa hehe. 
Saat hamil dulu, saya beberapa kali bepergian sendirian. Segala macam perlengkapan dari minyak angin, obat, korset hamil sampai teori teori agar hamil tidak mengganggu kesehatan saat di Pesawat pun saya hapali, haha. Ini dikarenakan saya orang nya penaaaaakut... Di pesawat dengan hamil 3 bulan masih berkaca-kaca matanya. Takut si janin kenapa-napa karena maknya berani pergi jauh. Tapi Alhamdulillah Allah menjaga sampai di Bekasi dengan selamat dan sehat meski nanti sampai di kos nya muntah-muntah.

Hamil 5 Bulan saya kembaaaali ke jakarta, kemana-mana lah ini dulu. Ke TMII, Monas, Istiqlal, Tanah Abang, Kota Tua dengan perut yang mulai membesar. Meski sudah harus hati-hati lebih lagi, tapi Allah masih menjaga kesehatanku dan si bayik. Dan berlanjut terus kegiatannya sampai di pemberangkatan Jamaah Haji. Pernah sekali, saya berada di kerumunan para keluarga jamaah haji yang mencoba menerobos pagar asrama haji. Tangan kananku mencoba menahan pagar yang sedikit lagi hampir menghimpitku, tangan lain memegang perut. Ibu Hamil 7 bulan ini alhamdulillah akhirnya bisa tertolong oleh mata polisi yang jeli ngeliat saya yang sudah setengah nafas. Lagii-lagi Allah memperlihatkan kuasanya, hiks. 

Tiba di HPL...
H-1 yang penuh ketakutan. 
Gerakan gerakan saya lakukan ditengah rasa sakit yang mulai meradang. Belum sakit benar sih tapi sakit ini karena baru dirasakan jadinya takut, cemas. 
Semalaman nda bisa tidur, ku manfaatkan banyak jalan di kamar sesekali menikmati gelombang cinta itu, terus terus.. Setelah sholat sunnah dua rakaat, sy mencoba baring sebentar. Eh tapi...Pukul 02.00 dini hari, kurang lebih. Ada bunyi Puuukkk, ntah dari mana suara itu atau rasa itu, yg saya rasakan adalah, gamisku basah.

Oh inilah mungkin namanya ketuban.

Ku bangunkan suamiku yang sudah cuti lebih dulu dua minggu sebelum HPL, dan Mamak tentunya. Mereka ini orang paling penting yg harus mendampingi. Kedua-duanya panik, melihat gamisku sudah basah, buru-buru Mamak ambil sarung dan suamiku ngangkat semua tas persiapan lahiran, kami menuju RSIA Ananda.

Sesampainya di RS, perawat dan dokter cepat-cepat meminta saya berbaring di ruangan IGD. Cek pembukaan dilakukan, oh ternyata masih pembukaan 2. Tapi Dokter bilang, "Pokoknya nda boleh jalan buk ya. Pembukaannya mungkin masih lama, tapi ibuk nda boleh jalan karena nanti ketubannya abis. Baring saja. Nikmati prosesnya ya". Pengalaman pertama yang mengharuskan saya patuh dan taat atas arahan. Saya termasuk dalam pasien pengawasan Khusus sebagai Pasien dr. Wahyuni Saddang, Sp.Og. Jadi bidan yang nanganin nda sembarangan, semuanya setiap akan dan telah melakukan tindakan harus izin dulu samaaaa dr, Wahyuni.

Singkat ceriiiiita, kontraksi sakitnya mulai terasaaa makin hebat. Mamak ku peluk, sembari tangannya yang suci mengelus elus punggungku. Sumpah, itu rasanyaaaa enak sekali. Mengurangi rasa sakit kontraksi. Di kaki ku ada suami yang tidak lepas menemani. Wajah suami juga semacam mantra pengurang rasa segala rasa. Padanya ku berikan seluruh takutku, ku sampaikan bahwa saya takut tapi saya masih akan tetap menghadapi proses ini.

Adzan Dsuhur berkumandang, saya meminta Mamak dan Suamiku agar sholat saja dulu. Saya masih baik-baik saja jika ditinggalkan. Toh juga jika memang saya sudah mau melahirkan saya sisa memanggil Dokter dan Bidan. Mertuaku sudah lebih dulu di Masjid sejak waktu Dhuha tiba. Mereka mendampingiku lewat do'a yang tulus. Di waktu sendiri itu saya terus mengulung doa dalam hati, doa yg terulang-ulang. Sesekali jika rasa sakitnya datang, ku pegang tiang infus dengan kekuatan penuh seperti ingin mematahkan klo bisa. Dua orang Ibu yang juga sedang berjuang bergantian mengintip ku di kamar. Muka lemahnya yang masih berusaha jalan terus agar pembukaannya cepat, memberikan semangat.

"Dek, yang sabaaaar ya. Sabaaaaar. Insya Allah nanti sakitnya akan tergantikan dengan wajah lucu si bayi. Sabar ya" Mataku memerah, menetes air mataa disana.

"Terima Kasih, Bu" balasku.
"Terima Kasih, Ya Allah" Lirihku.

Dan waktunya pun tiba. Waktu dimana dorongan kuat si bayik mulai terasa. Saya mengeedan, bidan dan dokter berlarian. Setelah di cek ternyata pembukaannya sudah lengkap. Si Calon Ibu Baru ini pun mengedan dengan sekuat tenaga. Di sisi kiri ku suami yang siaga terus, membantu dengan semangat. Tak lupa Mamak yang sabar. Pukul 15.15 menit akhirnya sayapun bertemu dengan Multazam Al MUhajir. Melihatnya sekilas, hilang lelahku, memeluknya di dada, dan saya pun melemah. Si bayik dibawa perawat, suamiku ikut dibelakang anaknya.

Selamat datang didunia, Anakku. I love you to the sky...
Makasih Mamak Bapakku sudah melahirkanku.
Makasih Suamiku. 
 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review