Rabu, 29 Agustus 2012

Malaikat Kecil di Bumi

di Agustus 29, 2012 0 komentar
Tak pernah mengira aku akan tersenyum kali ini sementara hati menahan satu gejolak dalam hati. Aku tersentuh melihat jemari tangan yang mungil, lengannya lemas tak berdaya, wajahnya menempel di dada nenek, dan matanya tertuju pada aku karena aku yang duduk berhadapan dengannya di sini. Angkutan umum yang telah mengukir satu sejarah padaku. Dia sedang dalam gendongan sang nenek yang tiap ada orang yang berkomentar tentangnya, nenek akan menciumnya. Ketika ia mendengar kritikan orang, ia akan tersenyum. Dia mengerti apa yang kami bicarakan, rupanya. Dan, ketika ku lap liur yang menetes dari bibir yang tak sempurna itu, ia menunduk dan tersenyum. Iya, dia sedang malu-malu padaku. Tantenya bilang, aku baik karena mau membersihkan liurnya dengan jariku sendiri tanpa alas. Aku bilang, karena aku kakaknya tante. Tante tentu saja tersenyum. Aku meringis, menahan haru.!
“namanya siapa,tante?”
“Putra, nak”
“Wahh.. Putra, kamu mau kemana? (sambil mengelus-elus tangannya yang mungil)”
“Hehehe.. Mau ke Maros Nakk. Jalan-jalan ke rumah keluarga” Kata Tantenya.
“Tante, lihat. Dia tersenyum padaku” Kini aku menyentuh wajah suci nan bersihnya. Aku sepertinya jatuh hati padamu, Putra.
“Dia malu tiap kali ada anak gadis yang berbicara tentangnya”
Dia tahu, aku anak gadis yang kini sedang berbicara tentangnya pada tantenya. Tapi, aku bertanya-tanya, ada apa dengannya? Kenapa keadaanya seperti dia sedang menikmati buaian yang takkan pernah berkesudahan? Aku ingin bertanya tante, tapi aku tak tahu harus mulai dari mana.
“Dia kenapa, Bu?” Tanya salah satu Penumpang.
“Dia.. Dia seperti inilah yang Ibu liat. Dia tidak normal” Tantenya menjelaskannya dengan hati-hati meski ku tahu dia mencoba menyembunyikan rasa sakit di hatinya, melihat ponakan yang harusnya kini bermain riang dengan anak-anaknya.
“Tidak, Bu. Dia normal kok. Dia hanya sedang menjalankan tugas dari Allah, tetap berbaring agar Allah bisa menjaganya dengan tanganNya sendiri” Aku menyerangi kata-kata berat tante tentang Putra.
“Ya, benar Nak. Karena penyakit tulang yang dokter bilang itu, ia mengalami keadaan seperti ini. Hanya berbaring saja kalau di rumah, melihat para sepupu-sepupunya berlari di sekitarnya. Tersenyum ketika ada yang menjenguknya, ketika kami mencoba berbicara padanya. Tapi, itulah dia. Menghibas lalat yang mengganggu wajahnya saja ia tak mampu. Ia malah hanya tetap tersenyum menahan geli di wajah yang di gelitik lalat. Dia hanya bisa menunggui kami ketika punya waktu baru bisa bermain dengannya, nak. Ibunya hanya dirumah tanpa suami…”
“Tanpa suami, tante?” Aku benar-benar tersentak kaget. Aku memotong pembicaraan tante pun dengan setengah sadar.
“Iyya, nak. Tanpa suami. Sejak lahir, Putra sudah di tinggal sang ayah. Entah sekarang di mana. Mungkin dia sudah mati dan aku juga berharap ia sudah mati. Ayahnya lari dengan perempuan lain, meninggalkan istri dan anaknya dengan sejuta beban, sakit, derita yang harus mereka tanggung. Melihat keadaan Putra yang seperti ini, apalagi yang bisa kami harapkan. Jika tak ada iman, mungkin bunuh diri sudah di lakukan.”
“Lantas, Putra biasanya makan apa tante?”
“yahh.. Hanya bubur dan susu nak.. apalagi?” tante menitikkan air mata.
Tapi, ada yang lebih membuatku merasa tak mampu lagi membendung air mataku. Putra, menangis. Dia menangis. Dia menitikkan air mata. Aku menghapus aliran air mata itu. Bersamaan dengan air mata ku yang mungkin sebentar lagi aku akan bisa membasahi separuh baju ku.
“Dia tetap mendengar tante, dia sepertinya tahu apa yang kita bicarakan”
“Ya, nakk. Dia mengerti setiap detail yang kita bicarakan. Ketika berbicara tentang dirinya, tentang kehidupannya, dia akan menangis seketika itu juga”
“Ya Allah, maafkan kakak ya Putra. Maaf, karena sudah buat kamu nangis. Maaf karena kakak sudah buat kamu ingat masa yang harusnya kamu buang. Tapi, gak papa, Putra. Inilah awal persahabatan kita. Aku akan bisa semakin dekat denganmu dengan aku tahunya kehidupan kamu. Usia Putra sekarang berapa? (aku bertanya seolah-olah aku yakin Putra akan menjawabku. Aku berharap dia akan menjawabku walaupun MUSTAHIL karena dia tidak bisa berbicara. Aku yakin, dengan tatapannya sekarang padaku dia akan menjawabku. Aku yakin akan turun mukjizat dari Allah)”
“17 Tahun, nak.” Tante menjawab pertanyaanku. Bukan Putra.
Aku menghela nafas yang teresak-esak dan tertahan di tenggorokan. 17 Tahun?
“Dia sudah jadi laki-laki dewasa, sudah kelas 3 SMA andaikan dia normal”
“Tidak tante, sekarang dia juga sudah jadi laki-laki dewasa menurutku. Hmm, (kembali menatap Putra)… Kamu 17 Tahun, kakak sebentar lagi akan genap jadi 21 Tahun. Aku kakak kamu 4 Tahun, Putra. Kamu sekarang aku nobatkan jadi adik baru ku. Mau?” Putra tersenyum malu, dan kini ia menggerak-gerakkan kepalanya, dan menurut tantenya ia kegirangan. Aku kini kakakmu, Putra. Kamu adikku, kamu Sahabatku. Kamu mengajari ketidaksempurnaan yang mungkin kelak, kamu akan langsung berhadapan dengan Allah tanpa harus mengikuti ritual semua manusia di dunia. "Putra, kakak mau bilang sama kamu..kamu jauh lebih baik dari kakak.kamu lebih beruntung dari kakak..kamu tdk harus mengikuti dunia ini..kamu tahu Putra?Dunia ini kejam dekk..makanya kau tetaplah begini..biar aku,dan mereka saja yang tetap menyayangimu".. Kamu itu Istimewa, Putra.. Karena kamu, Suci. Karena kamu, Putih. Karena kamu, Putra.
Dan kini, kamu menjadi Putra-ku..!!!
Terima Kasih, Putra telah tersenyum padaku…!!!




Jumat, 17 Agustus 2012

MERINDUIMU SEKIAN KALI (Mahfuzah hazirah)`

di Agustus 17, 2012 0 komentar
Entah kapan pas nya saya mengenalnya..tidak tercatat waktunya, tanggalnya, harinya.. Saya hanya mengingatnya ketika itu saya dalam keadaan sangat kesepian di kamar kost. Ah, sudahlah.. tak perlu mengenang saat pertama mengenalnya. Ada suatu kisah yang tak ingin ku ungkit.
Banyak sekali kejadian lucu yang mengiringi langkahku berteman dengannya. Seorang sosok wanita yang benar-benar jauh dari pikiran sempitku. Ku pikir waktu itu, dia hanyalah seorang perempuan biasa. Berjilbab pastinya sudah ku yakini namun tak ku sangka dia akan membuatku pulang dengan seonggok rasa malu. Malu dengan diri sendiri.
Lucu sekali ketika aku menyandingkan diriku dengannya di lembar foto..jauh berbeda Ya Robb. Dia yang begitu anggun, wajah cerah karena wudhu yang selalu membasahinya, baju kurung, jilbab lebar, hati yang begitu suci. Ahh, benar-benar membuatku tak jadi membusungkan persahabatan. Mengalir begitu saja seolah kami telah lama mengenal.. Tapi, tidak. Baru sekali itu saja.

Ahhh,, saya ingat sekali ketika saya sedang sakit di kost dia datang. rutinitasnya sebagai Dokter tak sedikitpun runtuh niatnya menjengukku. Allah saksinya, saya hanya bisa menangis.. Tak ada temanku yang pernah melakukannya. Mungkin ya sebagai orang lain ini biasa saja tapi ini sangat berharga buat saya sendiri. Alasannya? Ya mungkin sedari kecilku tak pernah ada Teman yang melakukan ini untukku. Memang hal pertama yang paling indah adalah sesuatu yang kita dapatkan yang belum pernah kita miliki memang sebelumnya. Tidak mudah memiliki sahabat sepertinya, Ya Robb.

Hari ini mungkin saya memilikinya, tapi ketika saat di mana dia harus kembali ke negeri Jiran maka sudah usai pula ceritaku tentangnya. Belajar dari dia menyikapi masalah, lembut pada setiap sikapku yang liar, tertawa meski mungkin di tiap cerita-ceritaku tak semua yang lucu. Ketulusannya mendengar cerita-ceritaku yang mungkin saja telinganya panas mendengarku yang tak hanya saya saja yang harus dia temani. Ada banyak sekali pasien yang membuatnya penat hari ini, kerjaan yang bejibun itu tak lantas mengeluh dengan ocehan-ocehanku, keinginan-keinganku yang tak sesuai inginya, menunda waktu tidurnya karena harus menemaniku berceloteh ketika ku bertandang di kamarnya. Harusnya dia mengeluh? Tapi, tak pernah sekalipun ku dengar kata-kata kasar dari bibirnya. tak pernah dia ku dapati mengajarkanku hal-hal yang negative bahkan semua yang ku dapatkan darinya adalah Pelajaran.

Di danau ini kau selalu bercerita pada Alam. tak semua yang kau alami itu kau hadapi dengan tenang saja. Kau juga wanita biasa.. Dan di tempat ini pula aku telah melepas sedihku ketika hari itu kau juga akan kembali ke malaysia. mungkin tak lama, hanya 2 pekan. tapi, tetap aku akan merasa ada setitik sepi untukku. Untuk hapeku.. Hihihi.. cepat pulang ya kak...!!!!


jum'at, 17 Agustus 2012 (14:12)
Batangan Oriza Sativa yang mencoba tetap segar layaknya Nailofar...!!!

Hanya Ingin Belajar, Dikk..!!!

di Agustus 17, 2012 0 komentar
Adikku,
Sekedar ku ingin mengatakannya padamu.
tak ada sedikitpun ku ingin mengajari mu,dik..!!!
Tak ada.. Aku hanyalah seorang kakak yang mencoba belajar menjadi kakak yang baik
Meskipun ku tahu, terlalu terlambat untuk melakukannya karena kini kau sudah gadis, sepertiku..!!!

Adikku,
kemarin ku lihat handphone mu berdering begitu sering.. Tak ada yang berbeda dengan biasanya. Namun, kini aku melihat handphone itu dengan segunung pertanyaan di kepalaku. Apa kini kau sudah pacaran?
tapi tak ingin ku kotori pikiranku tentangmu.. Saya percaya kau tidak melakukannya..!!!
Maaf, dik.. Tapi aku masih saja mengkhawatirkanmu.
Mungkin saja kini kamu tak ingin lagi di jaga karena usia mu yang tak lagi muda.
aku pun pernah sepertimu dik,percaya.
ketika aku merasa sudah dewasa, tak ingin lagi ku di awasi seperti anak kecil dik.. ketika Ibu selalu menghujaniku dengan sejuta petuah-petuah yang kini ku sesali karena dulu ku anggap semua itu TIDAK BERGUNA UNTUKKU.

Adikku,
kemarin ku lihat kau tertawa lantang..wajahmu berseri-seri merona merah.. Tak biasanya kamu seperti itu mengingat aku mengenalmu dari kecil sebagai sosok yang pendiam dan lebih senang menyendiri..
ada apa dik?apa kau sedang jatuh cinta?
Iyyakah???

Adikku,
Maaf jika aku tidak adil..
Maaf jika kau merasa aku kini mengekangmu..
Maaf jika kini aku berbeda seperti yang kamu kenal 20 tahun yang lalu..
Ya, aku kini sudah berjilbab dikk.
Aku sudah 21 Tahun..
Aku mau lebih baik di usiaku ini sampai kesempatanku untuk berada di sisimu habis,dik..!!!!

Adikku,
Aku kini melarangmu PACARAN.
benar-benar melarangmu.
Lebih baik kau memalingkan wajahmu ketika ku berbicara padamu, tak apa..
Asal kau mau berjanji untuk tidak PACARAN.

Adikku,
aku melarangmu bukan karena aku tak ingin melihatmu bahagia..
Cinta yang kau dapatkan di hubungan semacam itu hanya akan menyakitimu dan Tuhanmu..

Adikku,
Andai aku tak tahu dan mungkin tak pernah tahu tentang BAHAYA dan MUDHARAT PACARAN maka aku takkan melarangmu.
AKu tak pernah merasa lebih hebat, lebih tahu, lebih pintar, dan bahkanlebih dewasa darimu.. Tidak Pernah dik..
Aku hanya Seorang Kakak yang mencoba belajar menjadi kakak yang baik untukmu dan adikku yang lain..
 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review