Jumat, 29 Juli 2016

PELAWAK BERNAMA WAKTU (Cerita Secangkir Kopi)

di Juli 29, 2016 0 komentar


Dulu,
saya nggak ngerti sama yang namanya waktu. Dan, sekarang, dengan banyaknya pengalaman dan hal yang saya hadapi, ternyata bukan semakin jelas, justru saya semakin tidak mengerti pola pikir makluk yang namanya "WAKTU" ini.
Dan, setelah saya pun bertanya sama orang-orang tampaknya baik orang dengan tingkat IQ biasa aja sampai seorang genius sekalipun juga nggak bisa mengerti pola pikir sang Waktu ini.
Walaupun begitu, waktu banyak mengajarkan saya hal penting dalam hidupku, termasuk satu hal yang paling sering terlupakan: "Menghargai mereka yang ada di sekelilingku."
Sayangnya, saya harus mendapat pelajaran itu secara tidak menyenangkan-----melalui kepergian seorang Sahabat secara mendadak. Mungkin selama ini teori dan pengertian saya mengenai waktu hanya sejauh dan sebatas kebiasaan yang selalu ada, seperti orang lahir, orang menjalani proses hidup, dan pada saat orangtua akan meninggal.
Atau pengertian klise seperti tidak ada salahnya sedikit mengulur waktu barang satu jam saja, apalah arti dan bedanya satu jam? Apalah bedanya melakukan sesuatu sekarang dan setengah jam dari sekarang?
Sahabat, percayalah bahwa ternyata semuanya sangat sangat sangat berbeda. Dan sahabat, percayalah untuk melakukan, mengatakan dan menyampaikan apapun yang bisa dikerjakan sekarang, dan bukan menunggu. Karena sekali lagi kita tidak mengenal cara berpikir makhluk bernama waktu ini.
Sampai 2 tahun lalu, saya mempunyai seorang sahabat bernama Robin-yang selalu ada kalau saya cari, yang selalu muncul tanpa disangka dengan cengiran nggak pentingnya, yang selalu terdengar suaranya kalau lagi ngumpul. Robin adalah seorang drummer hebat yang saya pengen banget ajak kolaborasi bareng di album. Album pertama gagal, album kedua saya lupa bilang, dan sekarang dalam proses pengejaran album ketiga, rencananya saya akan menyampaikan niat saya ini ke Robin.
Sampai suatu hari dia kecelakaan, koma selama 5 hari dan akhirnya pergi.
Sejuta kalimat penyesalan seperti, "coba kalau...." or "Kenapa sih....?" nggak berhenti bergiliran muncul dikepalaku. "Kenapa saya musti nunggu album ketiga?"" Minggu lalu saya free, kenapa saya nggak ngomong sama dia?".
Dan sejuta "kenapa" dan kemarahan lainnya.
Dan itulah permainan dari sosok yang namanya waktu. Waktu yang cuma mengenal kata maju, dan nggak kenal kata mundur. Bahkan menit saya mengetik kalimat di atas barusan, sudah lewat dan nggak akan pernah bisa diulang. Waktu hanya mengenal kata maju. Tidak kenal kata mundur, apalagi pengulangan. Apa yang sudah lewat, ya lewat. Dan apa yang sudah lewat, tidak bisa diulang. Siapapun kita.
Sejak hari itu saya mencoba menjadi orang yang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam setiap hari dan menitnya. Mungkin buat sebagian orang saya menjadi agak berlebihan, tapi itulah yang saya lakukan. Nggak jarang saya mendengar pertengkaran orang, yang berujung ke permusuhan, dan tidak ada salah satu pihak yang mau meminta maaf, dengan alasan, "Kasihlah sehari dulu, kalau minta maaf sekarang jadinya ge-er".
Atau pernahkah kamu mendengar orang bilang untuk tidak mengatakan I LOVE YOU kepada orang yang kita sayangi, kecuali nanti disaat yang sangat istimewa saja? Atau pernahkah kamu mendengar teori yang mengatakan bahwa kata sayang, manja, atau pelukan itu tidak perlu dilakukan karena yang diperlukan adalah cukup pembuktian dan perbuatan? Pernahkah kamu mengatakan itu dan hari berikutnya kamu benar-benar kehilangan mereka yang yang kamu sayangi? Kalau belum pernah, jangan sampai kamu mengalami hal itu.
Suatu hari, seperti saya tulis di tulisan saya di atas, memang pernah saya tanyakan di twitter pertanyaan ini:

"KALAU INI HARI TERAKHIR KAMU HIDUP, SIAPA YANG INGIN KAMU SAMPERIN DAN APA YANG YANG MAU KAMU SAMPAIKAN?"

Dan jawaban yang masuk ke account -ku pun bermacam-macam dan mengagetkan. Termasuk bahwa faktanya adalah 70% jawaban mengatakan bahwa mereka ingin datang ke orangtua mereka, terutama ibu, dan mengucapkan terima kasih atau maaf mereka. Ternyata banyak sekali masalah yang sama sekali belum terselesaikan dan, seklai lagi, mayoritas adalah orangtua mereka. 
Cukup banyak reaksi yang saya dapat dari pertanyaan itu .... termasuk adanya beberapa orang yang memang langsung menghubungi orang yang mereka ingin hubungi, dan menyampaikan niat mereka. Dan sayangnya, masih banyak juga yang mengatakan bahwa mereka masih banyak memiliki waktu untuk melakukan itu nantinya.

Do you? No, you don't.

Apa yang membuat kalian yakin bahwa orang yang kita sayang masih akan ada bersama kita besok? Atau 5 menit lagi? Ingatkah kita sama kisah Saipul Jamil yang bahagia, menikah, liburan lebaran, dan saat itu juga kehilangan istrinya? Kita tidak tahu dan tidak akan pernah bisa tahu berapa lama kita diijinkan memiliki sesuatu. Dan segala sesuatu itu hanyalah titipan, kan?
Saya sadar bahwa saya sangat sering memanfaatkan keberadaan titipan yang dikasih ke saya dan selalu mengulur-ulur apa yang bisa saya katakan atau lakukan sekarang. Dan ketika akhirnya tiba waktunya, saya menyesal, dan memaki diri sendiri.
Sayangnya apapun yang kita lakukan, nggak akan pernah mengembalikan apa yang sudah hilang. Atau mengembalikan orang yang sudah pergi selamanya untuk kembali ke samping kita sekedar 5 menit supaya kita bisa mengucapkan semua yang kita tahan selama ini.
Walaupun kita punya uang tanpa limit. 
Walaupun kita punya kekuasaan melebihi siapapun .......
Walaupun kita bersujud memohon .....
Yang sudah pergi, akan tetap pergi.
Kenapakah kita harus gengsi mengucapkan kata maaf duluan?
Kenapa kita harus gengsi untuk mengucapkan kata sayang?
Kenapa kita harus gengsi untuk mengicapkan kata maaf duluan?
Kenapa kita harus termakan omongan teori bahwa mengucapkan kata manis itu hanya buang waktu saja?
Kenapakah kita harus selalu berpikir bahwa kita bisa mengatur keadaan sesuai kemauan kita?
Kita tidak bisa.
Dan kadang, waktu cuma memberi kita kesempatan satu kali.
So, sekarang saya mau bertanya buat semua Sahabat yang lagi membaca ini ........

"Andaikan hari ini hari terakhir kalian hidup di dunia ini, siapakah yang mau kamu datengin hari ini, dan apa yang mau kamu katakan?"
Doaku adalah, semoga saya bisa lebih memanfaatkan semua yang ada untuk ku. Saya bisa menyatakan perasaanku bagi mereka yang selalu ada buat saya. Dan saya akan coba sekuat tenaga agar orang tidak menyesali apapun yang tidak perlu mereka sesali.  





Sebuah hadiah kecil, dari
-MS-
Semoga bermanfaat!

Selasa, 26 Juli 2016

SOME-DAY

di Juli 26, 2016 0 komentar
Saya ingin bersajak juga seperti cara penyair berbicara pada pujaan hatinya. Merangkai kalimat agar menjadi bunga yang menebarkan aroma cinta yang bisa tercium dari jarak yang sangat jauh sekalipun. Agar kau tahu, cintaku tak terbatas juga oleh jarak dan waktu. Namun, sepertinya jika saya mengikuti penyair maka semua kalimatku hanya akan menjadi gombalan yang membualkan. Lalu, ku pilih menjadi orang fakir. Merengek pada Tuhan agar mau memberikanmu untukku. Pada-Nya tak perlu ku keluarkan kalimat-kalimat yang indah. Tuhan bisa mendengar bagaimana lirihnya doa ku yang jelas terus memintamu, agar bisa ku miliki dengan cara-caraNya yang ajaib.
Pernah sekali kau bertanya, “Kenapa gak sama Fira saja? Dia tinggi, cantik, kaya, solehah pula. Bukankah laki-laki mencari yang demikian?”. Tak ku jawab dengan lantang, karena sebetulnya kamu mempertanyakan sesuatu yang sudah jelas kamu tahu jawabannya. “Saya tertarik dengannya, tapi denganmu saya tidak hanya tertarik. Tapi mencintaimu”.
Kamu suka marah oleh hal-hal yang biasa. Cemburumu yang besar. Rasa takut kehilanganmu menjadi tameng pengkhianat untukku, dia selalu mengganggumu. Karena dengan mengganggumu itu yang menggangguku juga. Kau tahu, Rizqa? Saya mencintaimu dengan segala waktu yang telah kita lewati dan yang belum kita lewati. Sebanyak apapun perempuan yang datang padaku, itu tidak akan berpengaruh sama sekali untuk rasa sayangku padamu? Tidak usah membalasnya. Karena saya tahu, kamu hanya akan nyinyir nggak jelas dan melanjutkannya dengan dua kata saja. “Gombal” atau “Bohong”.
Perempuan yang istimewa itu makluk astral penuh kode bagiku. Kamu paham tidak maksudku? Banyak perempuan yang berusaha keras memberikan dengan nyata perhatiannya pada laki-laki. Entah lewat sikapnya, atau dengan kecantikannya. Siapa saja bisa tergoda. Namun, itu tidak istimewa. Karena, bagiku yang istimewa itu seperti kamu. Taqdir yang membawa kita pada pertemuan ini, dan terus melanjutkan kisah kita hingga di hari tua. Kamu selalu ingin mendnegar bagaimana perasaanku berbicara padamu. Kamu ingin meyakinkan dirimu, bahwa tidak ada perempuan lain yang menempati hatiku selain namamu. Meski terkadang sejujur-jujurnya saya, kamu hanya akan kembali berkata, “gombal” atau “bohong”.

Rizqa, apa suatu hari nanti kau bisa membaca ini? Paragraf hatiku yang penuh harap agar bisa bersamamu hingga rambutmu tak hitam lagi. Saya tidak bisa mengatakannya langsung padamu. Kenapa? Karena saya introvert? Bisa jadi, tapi terlebih laki-laki tidak seperti perempuan yang selalu menanyakan hal yang sama. Saya hanya sekali mengatakannya padamu, saya mencintaimu. Dan kalimatku tidak akan berubah, bahkan jika saya sudah tidak pernah mengatakannya lagi padamu. Tapi, saya akan membuat rumah kita penuh dengan kalimat itu disetiap sisinya. Membuatmu menjadi perempuan yang dihujani ciuman setiap hari. Membuatmu menjadi perempuan yang tidak bisa bernafas karena pelukan-pelukanku. Saya akan membuat bibirmu berhenti bertanya lagi dengan usahaku untuk membuatmu terus tersenyum saat berada disisiku. Karena suatu saat nanti, kamu akan menjadi cinta yang takkan bisa membuat paragraf bertambah lagi. Hanya bisa bersyukur, bahwa mencintai itu adalah Ibadah. Dan, Ibadah tak memerlukan izin siapapun. 

Selasa, 19 Juli 2016

Uang Panai (juga)

di Juli 19, 2016 2 komentar
Hahay..
Ntahlah, saya nda tau sebenarnya disini saya mau ngomentarin apaan. Di daerahku di Prov. Sul-sel saat ini lagi booming banget pembahasan tentang uang panaik (red; uang belanja untuk mempelai perempuan). Katanya, semakin tinggi pendidkan seorang perempuan, semakin tinggi pula uang panaiknya. Ada dua versi pendapat yang saya dapatkan terkait alasan mengapa orang tua memasang uang panaik tinggi-tinggi untuk anak gadisnya. Yang pertama, gengsi. Seolah martabat itu semakin tinggi terangkat jikalau anak gadis mereka dipersunting laki-laki yang memberikan uang Panaik yang tinggi. Nominal terendah yang saat ini saya dengar itu Rp. 50.000.000. Bisa dibayangkan saja uang berlembar-lembar itu diserahkan kepada pengantin perempuan, guna, membiayai semua biaya pernikahannya. Itu baru uang panaik, belum mahar. Terkadang ada yang meminta mahar yang juga nda main-main. Rumah, tanah, Emas, dan banyak lagi. Jadi, kalau laki-laki Sulawesi mau menikah, minimalnya harus menyiapkan uang 100jutaan karena pasti juga akan ada resepsi dari keluarga mempelai laki-laki. Alasan yang kedua adalah, bukti. Bukti apa? Keseriusan laki-laki katanya bisa diliat dari uang panaik yang ia sediakan. Semakin tinggi uang panaiknya, maka si laki-laki juga serius ingin setia dengan perempuan tersebut dan berpikir keras untuk meninggalkan perempuan yang telah dipersuntingnya, karena telah menghabiskan uang yang banyak. Sedangkan untuk nominal tertinggi Rp. 599. 000. 000, berlian dan hadiah mobil, pihak mempelai wanita juga diberi hadiah tambahan 1 unit rumah dan kado maupun amplop isi undangan resepsi pernikahan ini, seluruhnya diberikan kepada pihak mempelai wanita (informasi lengkap https://web.facebook.com/photo.php?fbid=1468341936524943&set=pcb.1468335739858896&type=3)

Ini cuman opini saya ya. Cuma opini. Bahwa sebenarnya, apa yang terjadi saat ini didaerahku ini tidaklah berlaku untuk semua kalangan. Hanya karena yang terekspos media itu yang nominalnya setinggi himalaya itu (hahaha), makanya stigma pun beredar bahwa adat pernikahan Bugis lah yang termahal. Mereka tidak tahu saja, ada beberapa pasangan suami istri yang menikah di KUA (gratis), ada yang menikah dengan panaik 10juta, 15 juta, 20 juta, kita stop disini saja ya, karena 50 juta saja sudah nelen liur bacanya. Lalu, bagaimana pendapatku terkait ini? Sah-sah saja, tidak ada masalah. Semua orang berhak melakukannya. Selama dia punya uang dan tidak ada unsur paksaan. Saya sendiri sebagai perempuan tidak sama sekali mempermasalahkan tentang ini, karena kita sama-sama tahu tentunya bahwa pernikahan adalah Sunnah Rosul, Ibadah. Kita tidak bisa menjualnya dengan nominal uang sejumlah ini dan itu. Kalau ada laki-laki yang melamar dan tidak bisa memasang uang panaik tinggi-tinggi, saya berharapnya semoga beliau tidak ditolak. Tolaklah jika alasannya adalah si perempuan yang tidak suka dengan laki-laki itu, atau si laki-laki yang kurang meyakinkan untuk menjadi Imam, (mengenai akhlaknya barangkali, sholatnya, dll). Dan, untuk laki-laki jangan risau. Masih banyak perempuan Sholehah yang siap dikhitbah meski tak ada uang sebanyak yang selalu dimediakan. :)
 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review