Sabtu, 22 Agustus 2015

Ini Cuma Dunia

di Agustus 22, 2015 2 komentar
Cobaan paling berat didunia ini adalah SABAR.
Dalam segala hal dan segala sisi. Sabar dalam bekerja, sabar dalam kuliah, menahan amarah, menahan pandangan dari yang haram, dan banyak lainnya. Dan tak terkecuali, sabar dalam diam.
Maksudnya apa? Atau, contohnya apa?
Suatu waktu saya bertemu dengan teman SD. Dia sahabat saya dulu, kita akrab skali hingga tamat. Namun, dia tidak melanjutkan pendidikannya karena “terhalang biaya” katanya. Tapi yang membuat saya miris, dia tidak memiliki biaya untuk sekolah tapi setiap harinya “hangout” bahasa kita. Bajunya bagus-bagus, modis juga, dan lagi temannya banyak. Saya gak heran karena ketika kita bergaul, sekolah atau tidak pasti kita akan tetap memiliki banyak teman dan pengetahuan. Tinggal kita menyaring kebiasaan yang baik untuk kita ikuti dengan tidak.
Kembali lagi dengan pertemuan tadi. Kita flashback ke masa-masa sekolah dulu sambil menanyakan kabar teman-teman SD. Pembicaraan kami terhenti pada satu topik. “HIJAB”.
Ada teman kami yang juga putus sekolah namun berhijab dengan ala-ala hijab masa kini. Dengan salut, kagum dan iri, dia menceritakan bagaimana teman kami itu cantiknya dengan pakaian yang modern.
“Kamu tahu gak, Si Vira tuh kereeeeeen banget tahu. Kamu mah kalah sama dia. Dia aja nih ya yang gak sekolah pakaiannya keren, bagus-bagus, trus jilbabnya yah dibentuk2, dimodelin kayak artis. Katanya liat di internet” cercanya dengan semangat.
Sambil menyeruput minumanku, saya hanya senyum-senyum. Saya membalasnya dengan sok ramah dan ceria. “Masa sih? OH yaaa?” Dan ekspresi lainnya.
“Emang luh kenapa sih gak bergaya? Percuma mah luh sekolahnya tinggian tapi gaya lu norak, kampungan. Coba deh lu ikutin atau belajar sama si Vira itu. Biaaar ada cowok yang cakep juga yang naksir ama lu”. Sarannya.
Saya paham akan ketidak tahuannya. Mungkin, dia tidak mengerti bahwa ada yang namanya Jati Diri, ada yang namanya Karakter, prinsip, ada pula yang namanya ketetapan Pakaian dalam Agama. Banyak sekali yang ia tahu soal dunia ini. Dunia yang ia lihat begitu indah. Namun, bagi kita yang paham itu semua hanya kesenangan semata. SEMU. Semuanya akan berakhir dan tidak akan kita bawa dan tidak akan menyelamatkan kita hingga ke akhirat.
Tapi, tak perlu saya membeberkan semuanya karena saya tidak ingin niat itu menjadi Riya. Cukup saja saya katakan kepadanya bahwa, “Pakaian apapun yang menutup aurat, sesuai dengan ketetapan agama, membuat nyaman dikenakan dan dipandang, tidak modern sekalipun tidak masalah, tidak mengikuti zaman pun tidak akan membuat rugi. Kenapa? Pakaian adalah identitas kita. Identitas bahwa kita perempuan, kita Muslim, bukan identitas yang menonjolkan kita Gaul, Hedonis, dan lain-lain. Banyak orang yang modern cara berpakaiannya karena menurutnya ia nyaman dengan itu, ia suka dengan itu, karena memang ada orang yang senang mengikuti zaman. Namun, ada pula orang yang tidak seperti itu. Dia lebih suka dengan style yang casual, sporty, yang tak perlu membuang uang banyak untuk membeli barang yang lagi booming. Karena, mereka paham itu tidak cocok untuknya”.
Sepertinya ketika saya mengatakan itu, alis sebelahnya terangkat sedikit. Ntah apa yang ia pikirkan tentang saya. Namun, sudah sampai disitu. Dia mulai risih, kecut, dan saya mengerti ketidakmengertiannya. Ckckck.

Orang tidak perlu tahu kita berpendidikan tinggi, orang tidak perlu tahu wawasan kita luas, orang tidak perlu tahu kita ikut zaman, gaul, karena percuma kita mengetahui dan membeberkan semuanya ke orang-orang, karena orang lain tak butuh itu, dan jika itu semua tidak mendekatkanmu pada Allah, maka semuanya percuma. Hidup ini dilakoni untuk Ibadah. Bukan untuk dipandang.  




Jungle Rooms
17:12
22 Agustus 2015

Selasa, 18 Agustus 2015

Story About Of Us

di Agustus 18, 2015 0 komentar
Ini bukan Taylor Swift.
Tapi, semua bisa bermuara dari sana.
Sebuah lagu yang mungkin tak sama persis dengan kisah kita, tapi juga sama, ini cerita tentang kita.

Kamu.
2 Tahun yang lalu kita saling tahu. Bermula dari fotoku yang kamu lihat dari sepupuku. Hingga benar ku katakan bahwa taqdir lah mungkin yang membawaku padamu, dan kamu padaku. Siapa yang membuat jemariku mengetik pesan untukmu, meminta tolong agar Koesionerku kau isi. Saat itu, saya seorang Mahasiswa yang kerja serabutan, agar bisa mendapatkan uang. Bagaimanapun caranya. Halal tentunya. Dan, intenslah sejak saat itu komunikasi kita. Kamu yang kesepian, dan saya yang respek kepada siapapun. Kamu yang selama ini telah menutup lukamu dri orang lain, dan saya yang masih sakit.
Kamu yang terlahir banyak melewati hari sendiri, dan apapun sendiri. Membuatmu menjadi pagar besi yang mengelilingi apapun yang kamu miliki.

Aku.
Yang selalu ingin ramai, selalu ingin bertemu dengan siapa saja. Lingkungan ku selalu ramai, berbanding terbalik dengan duniamu. Bahkan jika dimedia socialpun, selalu saja ramai. Dan, itulah duniaku yang tak sama denganmu. Memiliki banyak teman, lebih sering mengurusi rumah dan keluarga, lalu membaca buku, sibuk dengan kegemaranku sendiri.

Tiba-tiba.
Kamu memintaku selalu ada untukmu. Kamu terus. Telepon, sms, BBM, WA, Line, FB, Twitter, hingga didunia nyata.
Kamu bisa menemukanku dimana saja aku bersembunyi. Kamu bisa menungguiku berjam-jam yang ingin menghabiskan waktu bersama teman diluar rumah. 
Kamu bisa mengantarku sejauh apapun aku ingin pergi, asalkan kamu bisa bersamaku.
Sedangkan sebelumnya, AKU ANAK YANG MANDIRI.
Mama dan Bapak saja jarang sekali mengantarku kemanapun. Bahkan saat diasramakan sebulan karena Paskibraka saat itu, mereka hanya sekali menjengukku. KKN-ku yang jauh begitu, hanya 2x orang tuaku menjengukku. Kini, aku bertemu denganmu yang selalu ada buatku. Harusnya aku bersyukur. Tapii, jujur, itu bukan dunia yang ku rasaiii tenang dan nyaman. Bagiku kamu seperti Malaikat yang selalu ada buatku. Namun, ntah kenapa saya tidak menginginkanmu yang begitu? Kenapa? Kurang bersyukur apa aku? Justru yang kurasakan, SAYA TERBEBANI dan BOSAN.

Jelaskan padaku apa yang membuatmu bertahan padaku yang terus berperilaku jahat padamu? Mungkin jika aku melepasmu, atau memilih meninggalkanmu, saya akan menyesalinya karena mungkin saat ini kamulah yang terbaik yang Allah kirimkan untukku. Lalu apa saya harus bersabar, menunggu hatiku berpihak padamu? Mengembalikan rasa nyaman itu padamu? Lalu aku hanya harus berpura-pura terus bahagia bersamamu? Sampai kapan aku memakai topeng menjemukan ini? Apa aku badut yang bisa terus tersenyum didepanmu? Jika ternyata ketika sudah menikah, dan rasa itu tak kutemukan lagi padamu, rasa nyaman itu, apa yang harus ku lakukan? Tolooong, beritahu aku. Apa yang harus ku lakukan padamu saat ini? 
Jika kamu bertanya apa mauku, maka akan ku jawab; "Izinkan aku menjadi aku yang dulu"



~Lyu Fathiah
Jogja, 18 Agustus 2008
 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review