Minggu, 26 Juli 2015

Hati-ku dan Hati-mu

di Juli 26, 2015 1 komentar
Sejak seminggu ini ada yang tidak beres dengan hatiku. Selalu gundah, galau, gak jelas, dan mood juga selalu saja memburuk tiap harinya. Anehnya, itu hanya dengan seseorang saja. Sementara saya tahu pasti bahwa dia adalah orang yag paling dekat saat ini denganku. Dulunya, saya sering skali bercerita apa saja padanya. Meskipun saat itu saya tahu dia lebih ingin curhat dari pada saya, tetap saja hanya ceritaku yang didengarkan. Mungkin baginya, saya adalah Bunga yang harus tetap ia jaga agar terus segar. Segala perlakuan baik ia lakukan. Demi saya. Agar saya tak kecewa mungkin padanya, tidak jenuh. Hingga terjadilah perasaan yang tidak enak ini. Saya merasa membencinya setiap kali ada sms, tlp, bbm, dan semuanya. Anehnya, hanya sebatas komunikasi. Ketika bertemu malah kita sama dekatnya dengan sebelumnya. Ada apa dengan hatiku?

Dan, yang harus ku terima adalah saat semua kebencian itu kutujukan padamu, ku berikan sumpah serapah padamu, ku perlihatkan sisi setan dalam diriku, memberimu banyak kalimat keji dan perlakuan yang tak pantas, kamu hanya bilang "iyya, gak papa.. Saya mengerti". Terbuat dari apa hatimu? Apakah memaafkan semudah itu? Kenapa hatiku tak bisa menjadi hatimu yang lembut?

Sabtu, 11 Juli 2015

Profesi Pernikahan

di Juli 11, 2015 0 komentar
Profesi Pernikahan

Diusia ku yang sekarang menanjak 24 Tahun, pastinya sedikit banyak sudah mengarah ke Pernikahan. Dan tidak banyak pula teman sesama disekolah maupun kuliah sudah memiliki anak-anak yang lucu. Ketika menjadi siswa, membahas tentang pernikahan atau sekedar hanya memikirkannya pun terasa sangat berat. Menjadi hal yang terlalu vulgar untuk dibicarakan. Namun, entah sejak kapan, saya sendiri tidak menyadarinya secara kuat bahwa saat ini, menikah menjadi topik yang panas di otakku. Selalu tentang menikah, dinikahkan, pernikahan, yang melintas tentang itu terus bahkan jika saya sedang *boker (red: BAB).
Lalu, apa yang ingin saya katakan disini?

Ya. Banyak sekali yang ingin saya sampaikan.
Pertama. Menikah itu keputusan yang hebat dan tidak mudah. Di usia yang masih muda, kita bisa saja mememikirkan bahwa keputusan untuk menikah adalah jalan terakhir untuk menutup pintu kebebasan. Entah kebebasan berteman, kemana-mana dengan siapa saja, dan melakukan apa saja dan dengan siapa saja. Kamu, kalian, dan saya juga jika memutuskan untuk menikah maka berarti kita harus siap menjadi Penjaga Dapur, Sumur, dan Kasur. Jangan langsung berpikiran saya ini sempit. Tidak. Itu kodrat kita sebagai perempuan. Kamu ngerti kan? Terlepas dengan adanya zaman Emansipasi Wanita, yah, tidak mengapa kalian berkarier tapi ingat kodrat itu. Berat kan? Tentu berat jika kita memikirkannya di usia yang masih 20-an. Karena ego kita masih kuat dengan masa muda. Namun bagaimana dengan mereka perempuan yang usianya sudah lewat dari 20-an dan belum menikah? Tentu saja mereka pasti akan lebih banyak yang pasrah. “Siapa saja Tuhan menurutMu dekatkanlah denganku” sejauh ini makna doa yang sama mereka lafazkan di sujud-sujud mereka yang panjang. “apapun pekerjaan mereka Tuhan tak mengapa asal mereka mau berjuang bersama” dan ini juga banyak di usia kita yang berdoa demikian. Atau, “dari kalangan keluarga apapun ia Tuhan saya bersedia yang penting dia mau sama-sama baik denganku setelah menikah”. Hmmm,  ingatlah lagi. Jangan menunda menikah hanya karena “Dia siapa, kerjanya apa, dan keluarganya apa”. Memang mesti dipikirkan kesemuanya. Tapi Rosulullah SAW *Allahumma Sholli Wasallim Wabariq ‘ala Sayyidinaa Muhammade wa ‘ala alii Muhammad* juga berpesan pilihlah yang BERAGAMA.
Kedua. Saya ingin membahas masalah PROFESI laki-laki yang melamarmu dan bagaimana KELUARGANYA. Dulu saya pernah mendengar kalimat “apapun dia, bagaimanapun latar belakang pendidikannya, atau dari siapapun keluarganya saya mau asalkan ini, asalkan itu, dll”. Tidak sepasrah itu menurutku. Mengapa kita perlu memilih perempuan/laki-laki yang paras wajahnya Cantik/Gagah karena kita menikah tak lain ingin menghasilkan keturunan. Selain kita ingin keturunan kita berparas indah pula, juga dengan wajah yang indah pun akan membuat kita senang memandanganya. Meskipun itu memang semu karena akan ada masanya kita bertemu dengan masa tua. Jangan munafik. Jangan mengatakan “Gak Papa Jelek” karena apa? Hati itu terombang-ambing Bray. Kemudian dari keluarganya. Jika ia bukan dari kalangan terhormat, pejabat mungkin, Kyai mungkin, atau apakah itu Profesi yang dibanggakan apakah kita sulit menerimanya? Wajib bagi kamu juga melihat latar belakang keluarganya. Tidak untuk kamu sindir jika keluarganya tidak baik, hanya saja, ketika kamu menikah sama dia maka mau tidak mau kamu akan berinteraksi banyak dengan keluarganya. Sehingga anak-anak kamu akan mengikuti juga lingkungan seperti apa ia dibesarkan. Itulah mengapa kita juga perlu melihat latar belakang keluarganya. Namun, tidak untuk jadi patokan utama juga. Mengapa? Misalnya ada 10 Wanita dan 10 Pria. Jika 10 Wanita ini menginginkan laki-laki yang berasal dari keluarga Kyai atau Ulama sementara di antara 10 Pria itu hanya 2 orang yang keluarganya Ulama. Maka apakah 2 laki-laki ini menikahi 5 wanita masing-masing? Laki-laki lain akan menikah dengan siapa? Begitupun sebaliknya jika laki-laki ingin menikahi perempuan yang berasal dari keluarga Ulama? Apakah perempuan akan dinikahi 5 laki-laki diantaranya? Tentu tidak kan? Logikanya begitu. Dan, apakah dengan menikahi anak Ulama atau Ustads maka kamu bisa menjamin bahwa keluargamu akan terbebas dari api neraka? Tidak kan? Karena setiap laki-laki apapun profesinya dan siapapun keluarganya mereka bertanggung jawab MENJAGA KELUARGANYA dari API NERAKA.
Selanjutnya tentang PENDIDIKAN. Kamu tidak wajib memilih perempuan/laki-laki siapa saja. Jika ada yang berpendidikan maka pilihlah yang berpendidikan. Karena orang tua yang berpendidikan tentu bisa mendidik anak-anaknya juga dengan pendidikan yang baik. Meskii itu tidak selalu berlaku Bray. Banyak yang ingin menentangnya? Saya-pun demikian. Banyak yang Profesor tapi anaknya menggunakan Narkoba. Banyak Aparat Keamanan yang anaknya justru menjadi pelaku Kriminalitas. Banyak sekali. Itulah mengapa Rosulullah SAW *Allahumma Sholli Wasallim Wabariq ‘ala Sayyidinaa Muhammade wa ‘ala alii Muhammad* berpesan “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya”, karena didikan tidak selalu sama dan berlaku. Akan ada saatnya Rumus, Hukum, atau Pepatah akan terbantahkan. Contoh: Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Nabi Nuh membuat Kapal untuk menyelamatkan Umatnya, tapi anaknya sendiri ikut tenggelam karena tak mentaati ayahnya. Ada lagi yang ingin menambahkan? Ilmu saya masih dangkal memang. Masih perlu banyak ilmu dari kalian sahabat untuk ku perluas. Contoh lain lagi, jika seorang Suami pendidikannya S2 misalnya, sementara Istrinya hanya berpendidikan SLTP. Ketika ada masalah dalam RT, suami akan lebih cenderung menggunakan pemikirannya karena ia merasa “Saya ini S2, sedangkan kamu Cuma tamatan SLTP” ataupun sebaliknya. Meski ini tak akan menjadi patokan tapi ini hanya sekelumit pemikirannya yang jelek mungkin. Silahkan di sangkal jika saya salah. Saya juga manusia.
Dan Profesi Laki-laki yang melamarmu atau suamimu. Ia tak mesti Ustads, ia tak mesti Dokter, Hakim, dll. Jika semua perempuan ingin menikahi laki-laki Ustads maka yang dokter dan profesi lain akan menjadi Kutu Pekerjaan dan tak menjadi Suami. Begitupun sebaliknya. Dunia ini luas. Tak hanya itu profesi yang mulia dan mampu menjamin akhirat. Ketika kamu atau saya menikah, Ijab Qabul berlangsung, maka Arsy’ Allah akan bergetar karena melihat betapa berat beban yang akan ditanggung oleh suami. Mulai ujung rambut istrinya dan anaknya akan menjadi tanggung jawabnya, menjadi jaminannya masuk surga atau neraka. Oh iyya, masuk surga atau neraka adalah Hak Ikhwal Allah Azza Wajalla. Kita tidak bisa menjudge “dia akan masuk neraka atau surga” karena kita beribadah di dunia untuk mencari Ridho-Nya Allah. Karena Surga dan Neraka-Nya adalah juga dari Ridho-Nya. Salah satu Guru Besar kita, AG. KH. Dr. Sanusi Baco, Lc mengatakan “Jangan semua menjadi PNS. Jangan semua menjadi Dokter, jangan semua menjadi Anggota Dewan. Harus ada yang mengurusi Umat dan Agama Allah”. Apa artinya? Jika memang hanya Ustads yang mulia dalam Profesi itu maka tidak akan ada lagi gunanya menjadi Hakim yang Adil, Dokter yang bisa membantu kesembuhan umat, dan Guru yang mengajarkan Abata, dan berbagai Profesi Halal lainnya. 
Ketiga.  Kesimpulannya mari kita belajar AGAMA. Kamu, kalian, dan saya insya Allah akan menjadi Istri dan Suami. Mari kita menjadi Madrasah Wal Ulaa di Rumah Tangga kita. Menjadi Guru yang Cerdas. Menjadi Hakim yang adil. Menjadi Dokter yang penyembuh. Dan, menjadi orang tua yang berhasil menghasilkan anak-anak yang mengagungkan Agama dan Asma-Nya. Aamiin allahumma aamiin.


Sebelum menikah. Mari kita belajar. Belajar menjadi istri, suami, dan orang tua. ^____^
 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review