Cobaan paling berat didunia ini adalah SABAR.
Dalam segala hal dan segala sisi. Sabar dalam bekerja, sabar
dalam kuliah, menahan amarah, menahan pandangan dari yang haram, dan banyak
lainnya. Dan tak terkecuali, sabar dalam diam.
Maksudnya apa? Atau, contohnya apa?
Suatu waktu saya bertemu dengan teman SD. Dia sahabat saya
dulu, kita akrab skali hingga tamat. Namun, dia tidak melanjutkan pendidikannya
karena “terhalang biaya” katanya. Tapi yang membuat saya miris, dia tidak
memiliki biaya untuk sekolah tapi setiap harinya “hangout” bahasa kita. Bajunya
bagus-bagus, modis juga, dan lagi temannya banyak. Saya gak heran karena ketika
kita bergaul, sekolah atau tidak pasti kita akan tetap memiliki banyak teman
dan pengetahuan. Tinggal kita menyaring kebiasaan yang baik untuk kita ikuti
dengan tidak.
Kembali lagi dengan pertemuan tadi. Kita flashback ke
masa-masa sekolah dulu sambil menanyakan kabar teman-teman SD. Pembicaraan kami
terhenti pada satu topik. “HIJAB”.
Ada teman kami yang juga putus sekolah namun berhijab dengan
ala-ala hijab masa kini. Dengan salut, kagum dan iri, dia menceritakan
bagaimana teman kami itu cantiknya dengan pakaian yang modern.
“Kamu tahu gak, Si Vira tuh kereeeeeen banget tahu. Kamu mah
kalah sama dia. Dia aja nih ya yang gak sekolah pakaiannya keren, bagus-bagus,
trus jilbabnya yah dibentuk2, dimodelin kayak artis. Katanya liat di internet”
cercanya dengan semangat.
Sambil menyeruput minumanku, saya hanya senyum-senyum. Saya
membalasnya dengan sok ramah dan ceria. “Masa sih? OH yaaa?” Dan ekspresi
lainnya.
“Emang luh kenapa sih gak bergaya? Percuma mah luh
sekolahnya tinggian tapi gaya lu norak, kampungan. Coba deh lu ikutin atau
belajar sama si Vira itu. Biaaar ada cowok yang cakep juga yang naksir ama lu”.
Sarannya.
Saya paham akan ketidak tahuannya. Mungkin, dia tidak
mengerti bahwa ada yang namanya Jati Diri, ada yang namanya Karakter, prinsip,
ada pula yang namanya ketetapan Pakaian dalam Agama. Banyak sekali yang ia tahu
soal dunia ini. Dunia yang ia lihat begitu indah. Namun, bagi kita yang paham
itu semua hanya kesenangan semata. SEMU. Semuanya akan berakhir dan tidak akan
kita bawa dan tidak akan menyelamatkan kita hingga ke akhirat.
Tapi, tak perlu saya membeberkan semuanya karena saya tidak
ingin niat itu menjadi Riya. Cukup saja saya katakan kepadanya bahwa, “Pakaian
apapun yang menutup aurat, sesuai dengan ketetapan agama, membuat nyaman
dikenakan dan dipandang, tidak modern sekalipun tidak masalah, tidak mengikuti
zaman pun tidak akan membuat rugi. Kenapa? Pakaian adalah identitas kita.
Identitas bahwa kita perempuan, kita Muslim, bukan identitas yang menonjolkan
kita Gaul, Hedonis, dan lain-lain. Banyak orang yang modern cara berpakaiannya
karena menurutnya ia nyaman dengan itu, ia suka dengan itu, karena memang ada
orang yang senang mengikuti zaman. Namun, ada pula orang yang tidak seperti
itu. Dia lebih suka dengan style yang casual, sporty, yang tak perlu membuang
uang banyak untuk membeli barang yang lagi booming. Karena, mereka paham itu
tidak cocok untuknya”.
Sepertinya ketika saya mengatakan itu, alis sebelahnya
terangkat sedikit. Ntah apa yang ia pikirkan tentang saya. Namun, sudah sampai
disitu. Dia mulai risih, kecut, dan saya mengerti ketidakmengertiannya. Ckckck.
Orang tidak perlu tahu kita berpendidikan tinggi, orang
tidak perlu tahu wawasan kita luas, orang tidak perlu tahu kita ikut zaman,
gaul, karena percuma kita mengetahui dan membeberkan semuanya ke orang-orang,
karena orang lain tak butuh itu, dan jika itu semua tidak mendekatkanmu pada Allah,
maka semuanya percuma. Hidup ini dilakoni untuk Ibadah. Bukan untuk dipandang.
Jungle Rooms
17:12
22 Agustus 2015