Aku: A, B, C, D dan semua rentetan huruf seolah menjadi bukti, banyak nama yang mengisi kehidupan Afdal. Setiap orang memiliki kisah masing-masing ditahun-tahun sebelumnya sebelum bertemu denganmu. Kamu-pun demikian kan? Banyak sekali kan? Begitu pula dengannya. Semua itu hanya semacam kisah yang kelak mungkin akan ia ceritakan padamu bahwa dulunya dia banyak singgah di sementara-sementara, yang mungkin kamu adalah kesementaraan yang terlupakan.
Kamu : Tapi rasanya menyakitkan, Ti. Sakit sekali. Mendengar nama-nama itu benar-benar membuat kepalaku rasanya berputar mengelilingi banyak kemungkinan-kemungkinan yang ku terka sendiri.
--- Matamu memerah dan memecahkan bulatan embun disana. Melunturkan bedak-mu yang sedari tadi menutupi kulit sawo matangmu. Badanmu bergetar, pipimu merona tidak bahagia. Jari-jarimu menutupi wajahmu sembari menahan isak yang tak ingin kau perdengarkan pada tetangga. KAMU MENANGIS dan INGIN SEKALI AKU MEMELUKMU---
Aku : Yakin, bahwa kamu adalah pilihan terakhirnya. Kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu hanya ingin tahu saja. Sekedar itu, bukan...
Kamu: Tapi ini nyakitin. Kamu tau kan rasanya gimana? (Bentakmu memotong)
--- Kamu benar-benar menangis. Benar-benar menangis. Bagaimana rasanya hatimu? Allah, bisakah saya saja yang merasakannnya? Tak usah mengaliri dirinya? Dia terlalu lemah---
Kamu : Apa artiku untuknya?
Aku : (Seperti berartinya kamu bagiku) Seperti BUMI,
Kepalamu terangkat. Matamu bertanya.
Kamu : Kamu rela terinjak meski masih terus memberi. Rela dihujani, meski terus tetap menumbuhkan. Rela dibakar meski terus tetap meneduhkan. Jika sampai saatnya kamu hancur, (aku) dia juga akan hancur.
--- Matamu berhenti mengalirkan cairan sendu itu. Mungkin kamu sudah tenang. Syukurlah. Kamu harus kuat. Jangan menangis lagi. KAMU HARUS BAHAGIA---
0 komentar:
Posting Komentar