Di sinilah persahabatan itu di ujikan. Setiakah ia? Ataukah hanya seutas tali yang begitu mudah di putuskan. Semuanya ada pada tangan yang memilih jalannya.
Inilah yang selalu terngiang-ngiang selama beberapa pekan ini. Perjuangan di kampus, tak sedikit yang mencucurkan keringat keletihan dan kesabaran. Sebuah pengorbanan besar amat sangat di butuhkan saat ini. Itu yang menguatkan langkahku hingga aku sadar kalau aku tak sendiri kini. Tak hanya aku yang mengalami kesulitan-kesulitan ini. Ada mereka yang jauh lebih sabar dan tangguh dari semangatku. Dari kalimatku, aku tak ada apa-apanya. Sungguh.
Pertama-tama, Asiz. Temanku yang 1 ini kesulitan bimbingan dengan Pak Rahman, Pembimbingnya. Ini membuatku dan teman-teman lain memutar otak di siang bolong mencari solusinya.
KITA LAGI NGEJAR TARGET.
TAPI, KITA TAK BOLEH TERPISAH.
Sebuah kobaran semangat dari teman-temanku, kakak-kakakku!!!
Sudah nampak jelas bagaimana putus asanya Asiz, kini. Tak hanya dia, akupun demikian. Belum selesai, masalah itu. Rudi sakit. Senjata Pamungkas menopang semangat kembali kami acungkan, "KITA LAGI NGEJAR TARGET. TAPI, KITA TAK BOLEH TERPISAH". Aku dan Asiz mendatangi semua tempat-tempat untuk pengurusan berkas ujian. MAP Biru milik Rudi ku genggam erat. "KITA HARUS BERJUANG" Kataku sembari menahan degup jantungku yang semakin cepat karena menaiki anak tangga satu per satu. Masalah kembali muncul. Tapi perlu ku uraikan.
Kembali ke jurusan Matematika, ku dapati Kak Ani dengan wajahnya yang lesu seperti tak ada sel yang hidup di tubuhnya itu. "Kenapa kak?" Tanyaku. Agak sedikit ia paksakan menjawab, "Pak Sule suruh menghadap lagi sebelum nilanya di keluarkan. Jujur, letihma. Letih sekali" Katanya dengan butir-butir keringat di atas bibirnya. Aku bisa merasakan keletihan dan keputus asaan itu. Karena aku sepertinya. Persis.
Tak hanya kak Ani saja, yang lain pun mengalami masalah. Selasa yang Indah. Kita di warnai masalah kawan. Namun, ingatlah. Allah sedang melihat kita. Kepala di jernihkan, hawa nafsu akan kemarahan dan keletihan di masukkan dalam peti, sejenak. Waktunys, Goooo!!!!
Kak Ani menghadap Pak Sule.
Asiz Pulang bersama keputusasaannya.
Saya dan P'Mub menuju ruangannya Pak Darwis. Alih-alih TTD, padahal mau curcol (kebiasaann).
Kak Jabbar?
Ta suruh ke mesjid, sholat. Berhubung kita-kita sudah sholat.
IN THE Mr.Darwis's Room!!!
Okkaayyy, sya jelaskan semua kesulitan-kesulitan itu.
Asiz dapat sedikit solusi. Pak Darwis mau menghadap ke Pak Rahman, guna mengambil alih tugas sebagai Pembimbing agar lebih mudah (ALHAMDULILLAH) *SujudSyukur.
Kemudian, masalah teman-teman lainpun saya sodorkan. Alhamduliilah, sedikit ada celah cahaya solusi.
Pak Darwis meninggalkan kami sejenak.
"Fiuhh.. Skripsi sudah ACC sejak bulan 9. Sekarang masih di kampus beterbangan kayak capung. 2009, 2009. Ulfa, Ulfa. Kau mahasiswa yang malang. Lama banget selesainya" Kataku menghela nafas. beraatt sekali.
"Kita itu bagus, angkatan 2009 jaki dek. Syaa iya kodong? Angkatan 2006" Jawab kakak yang lagi konsult tadi di Pak Darwis. Mahasiswa Unismuh.
Ggghhhh...
"Angkatan 2006 ki?" Tanyaku. Sudah jelas tadi dia bilang gitu? Ngapain nanya lagi? Dasar sok basa basi lue, fa..
"Iyye dek. Mandegka 3 Tahun :( " Mukanya cemberut. Ingin sekali aku menepuk bahunya dan bilang, "SABARKI KAK" Tapi syang, dia cowok.
Ia lalu berlalu dan pergi sambil tersenyum. "Mari dek. Kakak duluan. Assalamu alaikum" Katanya sambil memamerkan susunan giginya yang tak rapi. Gingsul. Hihihi,pantesan mata ku nagkap dia manis. tau tau, ternyata dia punya gingsul. Hawwehh!!! Ini bukan contoh yang baik. Close your eyes, Ulfaaaaaa..
Setelah berbicara lama dengan Pak darwis kami pun pamit dan kembali ke lantai dasar. tadi lupa ngejelasin, kalau ruangan pak darwis ada di lantai 3.
Pesan Pak darwis kepadaku sebelum ku cium tangannya, "Kali ini kamu harus berjuang agar tak ada lagi teman-teman kamu yang tercecer. Kalian ber10, harus Sarjana bersama. Berjuanglah menyatukan mereka. Jika mereka putus asa, semangati. Jika mereka lost contact, segeralah mencari cara agar kamu menemukannya. Semangatlah, Nak. sambil menepuk-nepuk pundakku".
Ada sebuah kekuatan dari setiap jari yang menyentuh pundakku dalam tepukan itu. Ku cium tangannya Pak Darwis dan melangkah pergi. Tak lamaPak darwis kembali berbicara.
"Kalian adalah anak-anakku. Aku yang bertanggung jawab atas kalian. Saya akan membantu bagaimanapun caranya agar kalian di mudahkan. Memohonlah pada Allah. Sungguh-sungguhlah memohon. Aku tidak akan melepaskan kalian, asalkan kalian juga tidak boleh terlepas".
Sebuah amanah yang besar. Aku menjadi orang yang kini harus menguatkan teman-temanku. Kakak-kakaku. Sementara aku sebegini rapuhnya. Namun, inilah sebuah tanggung jawabku sebagai teman. Sebuah amanah yang harus ku tunaikan. Berhasilkah aku? Wallahu a'lam. Just keep pray, FOR ME.
{Kisah Klasik Kita}
Selasa, 2 April 2013
Inilah yang selalu terngiang-ngiang selama beberapa pekan ini. Perjuangan di kampus, tak sedikit yang mencucurkan keringat keletihan dan kesabaran. Sebuah pengorbanan besar amat sangat di butuhkan saat ini. Itu yang menguatkan langkahku hingga aku sadar kalau aku tak sendiri kini. Tak hanya aku yang mengalami kesulitan-kesulitan ini. Ada mereka yang jauh lebih sabar dan tangguh dari semangatku. Dari kalimatku, aku tak ada apa-apanya. Sungguh.
Pertama-tama, Asiz. Temanku yang 1 ini kesulitan bimbingan dengan Pak Rahman, Pembimbingnya. Ini membuatku dan teman-teman lain memutar otak di siang bolong mencari solusinya.
KITA LAGI NGEJAR TARGET.
TAPI, KITA TAK BOLEH TERPISAH.
Sebuah kobaran semangat dari teman-temanku, kakak-kakakku!!!
Sudah nampak jelas bagaimana putus asanya Asiz, kini. Tak hanya dia, akupun demikian. Belum selesai, masalah itu. Rudi sakit. Senjata Pamungkas menopang semangat kembali kami acungkan, "KITA LAGI NGEJAR TARGET. TAPI, KITA TAK BOLEH TERPISAH". Aku dan Asiz mendatangi semua tempat-tempat untuk pengurusan berkas ujian. MAP Biru milik Rudi ku genggam erat. "KITA HARUS BERJUANG" Kataku sembari menahan degup jantungku yang semakin cepat karena menaiki anak tangga satu per satu. Masalah kembali muncul. Tapi perlu ku uraikan.
Kembali ke jurusan Matematika, ku dapati Kak Ani dengan wajahnya yang lesu seperti tak ada sel yang hidup di tubuhnya itu. "Kenapa kak?" Tanyaku. Agak sedikit ia paksakan menjawab, "Pak Sule suruh menghadap lagi sebelum nilanya di keluarkan. Jujur, letihma. Letih sekali" Katanya dengan butir-butir keringat di atas bibirnya. Aku bisa merasakan keletihan dan keputus asaan itu. Karena aku sepertinya. Persis.
Tak hanya kak Ani saja, yang lain pun mengalami masalah. Selasa yang Indah. Kita di warnai masalah kawan. Namun, ingatlah. Allah sedang melihat kita. Kepala di jernihkan, hawa nafsu akan kemarahan dan keletihan di masukkan dalam peti, sejenak. Waktunys, Goooo!!!!
Kak Ani menghadap Pak Sule.
Asiz Pulang bersama keputusasaannya.
Saya dan P'Mub menuju ruangannya Pak Darwis. Alih-alih TTD, padahal mau curcol (kebiasaann).
Kak Jabbar?
Ta suruh ke mesjid, sholat. Berhubung kita-kita sudah sholat.
IN THE Mr.Darwis's Room!!!
Okkaayyy, sya jelaskan semua kesulitan-kesulitan itu.
Asiz dapat sedikit solusi. Pak Darwis mau menghadap ke Pak Rahman, guna mengambil alih tugas sebagai Pembimbing agar lebih mudah (ALHAMDULILLAH) *SujudSyukur.
Kemudian, masalah teman-teman lainpun saya sodorkan. Alhamduliilah, sedikit ada celah cahaya solusi.
Pak Darwis meninggalkan kami sejenak.
"Fiuhh.. Skripsi sudah ACC sejak bulan 9. Sekarang masih di kampus beterbangan kayak capung. 2009, 2009. Ulfa, Ulfa. Kau mahasiswa yang malang. Lama banget selesainya" Kataku menghela nafas. beraatt sekali.
"Kita itu bagus, angkatan 2009 jaki dek. Syaa iya kodong? Angkatan 2006" Jawab kakak yang lagi konsult tadi di Pak Darwis. Mahasiswa Unismuh.
Ggghhhh...
"Angkatan 2006 ki?" Tanyaku. Sudah jelas tadi dia bilang gitu? Ngapain nanya lagi? Dasar sok basa basi lue, fa..
"Iyye dek. Mandegka 3 Tahun :( " Mukanya cemberut. Ingin sekali aku menepuk bahunya dan bilang, "SABARKI KAK" Tapi syang, dia cowok.
Ia lalu berlalu dan pergi sambil tersenyum. "Mari dek. Kakak duluan. Assalamu alaikum" Katanya sambil memamerkan susunan giginya yang tak rapi. Gingsul. Hihihi,pantesan mata ku nagkap dia manis. tau tau, ternyata dia punya gingsul. Hawwehh!!! Ini bukan contoh yang baik. Close your eyes, Ulfaaaaaa..
Setelah berbicara lama dengan Pak darwis kami pun pamit dan kembali ke lantai dasar. tadi lupa ngejelasin, kalau ruangan pak darwis ada di lantai 3.
Pesan Pak darwis kepadaku sebelum ku cium tangannya, "Kali ini kamu harus berjuang agar tak ada lagi teman-teman kamu yang tercecer. Kalian ber10, harus Sarjana bersama. Berjuanglah menyatukan mereka. Jika mereka putus asa, semangati. Jika mereka lost contact, segeralah mencari cara agar kamu menemukannya. Semangatlah, Nak. sambil menepuk-nepuk pundakku".
Ada sebuah kekuatan dari setiap jari yang menyentuh pundakku dalam tepukan itu. Ku cium tangannya Pak Darwis dan melangkah pergi. Tak lamaPak darwis kembali berbicara.
"Kalian adalah anak-anakku. Aku yang bertanggung jawab atas kalian. Saya akan membantu bagaimanapun caranya agar kalian di mudahkan. Memohonlah pada Allah. Sungguh-sungguhlah memohon. Aku tidak akan melepaskan kalian, asalkan kalian juga tidak boleh terlepas".
Sebuah amanah yang besar. Aku menjadi orang yang kini harus menguatkan teman-temanku. Kakak-kakaku. Sementara aku sebegini rapuhnya. Namun, inilah sebuah tanggung jawabku sebagai teman. Sebuah amanah yang harus ku tunaikan. Berhasilkah aku? Wallahu a'lam. Just keep pray, FOR ME.
{Kisah Klasik Kita}
Selasa, 2 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar