Kemarin, selepas kuliah saya menuju salah satu mall di kota saya. Rencananya saya mau membeli beberapa lembar baju kaos yang akan saya bawa ke perkemahan besok. Ada banyak baju bagus yang berserakan di mall ini dan memang cukup menarik perhatian semua dan sepertinya saya tergoda untuk membeli mereka. Namun, uang di dompet saya sepertinya tidak akan cukup jika mau membeli mereka semua jadi saya hanya membeli 2 lembar berwarna kuning dan biru.
Selesai membeli, saya menuju lantai 3 tempat toko buku berdiri. Sementara jalan baju saya nyangkut di pagar pembatas hingga robek. Saat itu saya panik karena sobekannya sampai ke bagian pinggang saya. Ini cukup memalukan kalau tetap memakai baju ini. Ingin menggantinya sepertinya tidak pas karena jilbab ku hijau sementara baju yang tadi saya beli warnanya biru dan kuning. Apa yang harus ku lakukan?
Lalu tak lama, seorang Ibu menghampiri saya dan memberikan sweaternya padaku. "Aduh, gak usah bu. Makasih banget. Gak papa kok" kataku menolak. Namun, si ibu tetap memaksaku untuk memakainya, "Nak, baju kamu itu robeknya tinggi. Kamu sepertinya seorang Muslimah. Pasti kamu tidak nyaman dengan baju ini. Sudahlah, pakai sweater ibu saja" katanya sambil memasangkan sweater itu di pundakku. "Makasih banyak bu. Saya pasti akan segera mengembalikan sweater ibu. Segera bu, insya Allah". Kami pun ke toko buku bersama. Kami banyak bercerita seputar kehidupan kami.
Saat kami makan bersama Ibu Rahma bertanya, "kamu bahagia dengan hidupmu?". Pertanyaan yang mudah tapi saya juga ragu untuk menjawab. Bahagiakah saya?
"Kenapa ibu nanya begitu?"
"Ntahlah Nak. Ibu hanya bersyukur, masih ada anak muda seperti kamu. Masih mau melepaskan dunia modernisasi yang semakin mewarnai dunia. Pakaian yang tidak syar'i, pergaulan yang sangat bebas, itu yang membuatku merasa mereka itu orang-orang yang bahagia. Mengikuti alur perjalanan dunia"
"Hehe, tergantung mereka bu. Kita gak bisa langsung mengntimidasi status mereka begitu saja. Mereka memiliki alasan masing-masing"
"Ya, benar. Kamu tahu, Ibu ini merasa sangat menyesal. Sangat menyesal"
"Kenapa bu?"
"Ibu dulu waktu masih remaja, di sarankan masuk pesantren. Ibu menolak karena saat itu Ibu seperti anak muda sekarang. Merasa pesantren itu gak gaul. Dan lagi, dulu ibu pengen jadi MAPALA. Kalau ibu di pesantren pasti mimpi ibu tidak bisa terwujud. Setelah ibu meraih semua itu, ibu merasa semuanya HAMPA. Tidak ada gunanya. Ibu mulai cemburu melihat teman-teman ibu yang berpakaian muslimah. Maka belajarlah saya. Beda dengan mereka yang sudah lama menekuni kehidupan yang ISLAMI, ibu masih terbelakang. Ibu tidak bisa Bahasa Arab. Ibu baru menyesal sekali. Saat adik-adik ibu masuk pesantren, perhatian ayah semakin tertuju sama mereka. Bahkan tak jarang ayah berkata kalau anak-anaknya yang hidup di pesantren insya Allah akan sukses. Do'aanya akan di kabulkan Allah. Saya menangis, Putri. Apa do'a saya tidak bisa di kabulkan karena saya bukan anak pesantren? Apa ibu tidak bisa menjadi perempuan yang muslimah? Saat itulah ibu putus asa, Putri. Ibu memutuskan belajar sendiri. Tidak lagi ingin sama dengan adik-adik ibu karena itu akan membuat ibu semakin menangisi diri ibu sendiri. Ketika saya di lamar, kakak memiliki suami yang juga bukan anak pesantren tapi kami sama-sama belajar. Ibu menangis kembali Putri ketika suami Ibu meninggal ketika mengantarkan ibu ke rumah sakit untuk melahirkan anak ibu yang kedua. Suami ibu kecelakaan. Ibu juga terjatuh tapi ibu gak kenapa-kenapa. Mungkin Allah memang masih melindungi ibu. Kini, anak-anak ibu juga sudah di pesantren. Ibu memasukkan mereka di sana agar mereka tidak sebodoh ibu mereka yang kolot ini. jauh dari kata alim. Hehehe."
Bayangkan, bagaimana perasaan si ibu ini?
Aku pun tidak mengerti.
Aku hanya menangis.
Aku tahu, Ibu Rahma juga ingin memperbaiki diri tapi dia sendirian. Tidak ada yang bisa menemaninya berjuang.
Adakah dari kita pernah berpikir kalau di sekitar kita ada banyak orang yang ingin memperbaiki diri. Tapi, mereka sendirian. Mereka di cerca. Mereka kesepian. Mereka butuh kalian yang bisa mengajari mereka. TERMASUK SAYA. SAYA MEMBUTUHKAN KALIAN.
:'(
Saat kami makan bersama Ibu Rahma bertanya, "kamu bahagia dengan hidupmu?". Pertanyaan yang mudah tapi saya juga ragu untuk menjawab. Bahagiakah saya?
"Kenapa ibu nanya begitu?"
"Ntahlah Nak. Ibu hanya bersyukur, masih ada anak muda seperti kamu. Masih mau melepaskan dunia modernisasi yang semakin mewarnai dunia. Pakaian yang tidak syar'i, pergaulan yang sangat bebas, itu yang membuatku merasa mereka itu orang-orang yang bahagia. Mengikuti alur perjalanan dunia"
"Hehe, tergantung mereka bu. Kita gak bisa langsung mengntimidasi status mereka begitu saja. Mereka memiliki alasan masing-masing"
"Ya, benar. Kamu tahu, Ibu ini merasa sangat menyesal. Sangat menyesal"
"Kenapa bu?"
"Ibu dulu waktu masih remaja, di sarankan masuk pesantren. Ibu menolak karena saat itu Ibu seperti anak muda sekarang. Merasa pesantren itu gak gaul. Dan lagi, dulu ibu pengen jadi MAPALA. Kalau ibu di pesantren pasti mimpi ibu tidak bisa terwujud. Setelah ibu meraih semua itu, ibu merasa semuanya HAMPA. Tidak ada gunanya. Ibu mulai cemburu melihat teman-teman ibu yang berpakaian muslimah. Maka belajarlah saya. Beda dengan mereka yang sudah lama menekuni kehidupan yang ISLAMI, ibu masih terbelakang. Ibu tidak bisa Bahasa Arab. Ibu baru menyesal sekali. Saat adik-adik ibu masuk pesantren, perhatian ayah semakin tertuju sama mereka. Bahkan tak jarang ayah berkata kalau anak-anaknya yang hidup di pesantren insya Allah akan sukses. Do'aanya akan di kabulkan Allah. Saya menangis, Putri. Apa do'a saya tidak bisa di kabulkan karena saya bukan anak pesantren? Apa ibu tidak bisa menjadi perempuan yang muslimah? Saat itulah ibu putus asa, Putri. Ibu memutuskan belajar sendiri. Tidak lagi ingin sama dengan adik-adik ibu karena itu akan membuat ibu semakin menangisi diri ibu sendiri. Ketika saya di lamar, kakak memiliki suami yang juga bukan anak pesantren tapi kami sama-sama belajar. Ibu menangis kembali Putri ketika suami Ibu meninggal ketika mengantarkan ibu ke rumah sakit untuk melahirkan anak ibu yang kedua. Suami ibu kecelakaan. Ibu juga terjatuh tapi ibu gak kenapa-kenapa. Mungkin Allah memang masih melindungi ibu. Kini, anak-anak ibu juga sudah di pesantren. Ibu memasukkan mereka di sana agar mereka tidak sebodoh ibu mereka yang kolot ini. jauh dari kata alim. Hehehe."
Bayangkan, bagaimana perasaan si ibu ini?
Aku pun tidak mengerti.
Aku hanya menangis.
Aku tahu, Ibu Rahma juga ingin memperbaiki diri tapi dia sendirian. Tidak ada yang bisa menemaninya berjuang.
Adakah dari kita pernah berpikir kalau di sekitar kita ada banyak orang yang ingin memperbaiki diri. Tapi, mereka sendirian. Mereka di cerca. Mereka kesepian. Mereka butuh kalian yang bisa mengajari mereka. TERMASUK SAYA. SAYA MEMBUTUHKAN KALIAN.
:'(
0 komentar:
Posting Komentar