Rachel Corrie |
"Bila kata terujar dari mulutku tak berarti,
biarkan ia mengambang sesaat di udara.
Kan kujadikan itu kata-kata canda menghibur,
hingga kelak kucipta kalimat bermakna mengitarinya.
Ku mau terbang melayang untuk berkibar.
Beri aku jeda waktu, jangan komentari.
Biarkanku menari, mengitari kelopak bunga lily.
Kemudian melesat bagai air mancur,
terbang menyertai kata- kataku yang tak berarti.
Kalimat-kalimat ini adalah petikan salah satu catatannya. Kuat dan inspiratif.
Rachel Corrie adalah sedikit dari orang Amerika yang peduli pada tragedi kemanusiaan di Palestina
16 Maret 2003.
Dua bulldoser dan tank-tank Israel melaju kencang di jalanan Hi Salam, Rafah, Jalur Gaza, perbatasan Mesir menuju rumah-rumah penduduk Palestina. Satu buldoser dikendarai operator, dipandu seorang tentara yang berhenti tepat di depan rumah Nasrallah, salah satu keluarga di Rafah.
Sudah beberapa hari Rachel tinggal di dalamnya. Bukan sekedar menumpang tidur, tapi Rachel sengaja menghendaki tentara IDF mengurungkan niat membongkar rumah itu karena keberadaannya. Juga, Rachel menegaskan tekadnya untuk bersama warga Palestina memperjuangkan kemerdekaan.
Kesan seram ini dipotret Rachel melalui e-mail yang dikirim kepada Mamanya: "Dua kamar depan rumah mereka tak dapat digunakan. Dinding-dindingnya hancur ditembus peluru Israel. Seluruh anggota keluarga; tiga anak dan dua pasang suami istri tidur di ruang tengah. Aku tidur di lantai bersama anak perempuannya dalam satu selimut."
Sekitar jam 5 sore, buldoser meraung-raung meminta tumbal. Saat melintas, rantai roda baja itu menyemburkan onggokan tanah kering hingga menimpuk aktivis- aktivis yang menjadi benteng hidup rumah warga Gaza itu.
Seorang aktivis Amerika terlempar berguling-guling sebelum akhirnya tersangkut di kawat berduri dan seorang aktivis Inggris terjepit dinding. Buldoser D9R Israel siap melindas rumah itu, Rachel bergegas lari menghampiri.
Dia tahu, keluarga Nasrallah berada di dalamnya. Dia hadang buldoser itu seperti Polantas menghentikan mobil di jalan raya. Dengan menghadang buldoser tersebut, Rachel berharap buldoser akan berhenti dan membatalkan niatnya. Aksi ini biasa dilakukan aktivis ISM sebelumnya. ia berdiri di depan buldoser Israel. Ia berusaha mencegah penghancuran rumah, tempat tinggal keluarga Samir Nasrallah. Buldoser jelas tak bermata. Tapi tentara Israel di atasnya lebih buta lagi; sama sekali tak berhati. Dengan kendaraan yang beratnya berton-ton itu, ia merangsek ke arah rumah Nasrallah.
Tubuh Rachel yang berlutut di depannya tak dihiraukan. Sang sopir juga abai terhadap teriakan para warga yang disuarakan lewat megafon. ternyata Buldoser Israel tak berhenti dan tidak ambil peduli walaupun ada aktifis di depannya. Aktivis-aktivis ISM lain menjerit histeris melambai-melambaikan tangan. Mereka ketakutan. Raungan buldoser menindih semua suara.
Melihat D-9R semakin bergairah menyeruduk, Rachel berupaya memanjat gundukan tanah yang dikeruk pisau buldoser agar tak tertelan. Posisi Rachel di atas gundukan itu cukup tinggi, pasti tentara IDF yang mengoperasikan kendaraan baja itu melihatnya. Tapi serdadu itu tetap tancap gas. Rachel terbanting kemudian terseret pisau Bulldozer. D9R terus melaju. Rantai-rantai baja bergemeretak melindas Rachel, kemudian mundur. Tersisa tubuh hancur Sang gadis Olympia.
Teman-teman Rachel bergegas menghampiri. Rachel masih hidup kala itu. Dia sempat berkata “Sepertinya punggungku remuk.’’ Tak lama ambulan Palestina datang. Saat itu dipastikan tiada harapan hidup bagi Rachel. Gadis berambut pirang itu dinyatakan meninggal beberapa saat setelah tiba di rumah sakit lokal.
Amerika membungkam hal ini. Tapi, nama aktivis ini tetap diabadikan, salah satunya dijadikan nama kapal dagang yang dibeli para aktivis pro-Palestina, MV Rachel Corrie. Kapal MV Rachel Corrie pun akan menembus blokade Israel terhadap Gaza selanjutnya menggantikan enam kapal misi kemanusiaan yang gagal mencapai Gaza akibat serangan brutal Israel
Rachel Corrie, abadilah namamu sebagai pejuang kemanusiaan. Engkaulah energi hidup yang menghidupkan. :'(
0 komentar:
Posting Komentar