Saya memang hanya perempuan biasa yang menyukaimu..!!!
Lain ku pancing, lain juga yang memakan pancinganku.
Seperti kemarin, dia masih Kak Ayyub yang pendiam. Seperti senyum itu yang selalu ku cari di lapangan ini. Aku tak bisa bermain Bulutangkis, makanya aku tak cukup alasan untuk berada di stadion. Tapi, untungnya ada Kiki yang dengan sangat terpaksa ku paksa bersahabat denganku hanya karena dia makan, tidur dan mungkin juga kuliah di tempat ini padahal saya sendiri tidak tahan berada di dekatnya barang semenit saja. Maklum, bau badannya bisa bikin aku mati pelan-pelan. Apa semua anak MAPALA seperti ini? *Ku harap tidak.. -_-
Alasan yang cukup memuaskan untukku jika Kiki merasa aku perhatian padanya makanya aku sering sekali bertandang di sini meski hatiku dengan keras-keras-keras-dan sangat keras menolaknya "Itu Bohoooong" Kataku dalam hati. Tak perlu mikir panjang, semua orang mengangguk kagum padaku. Tapi, kak Ayyub masih saja sibuk dengan permainannya.
Lain ku pancing, lain juga yang memakan pancinganku.
"Kamu sepertinya selalu lupa, Kak Dedhy itu benar-benar tertarik denganmu" Kiki mengingatkan kembali. "Sudah ku tolak, Ki. Saya tidak suka dengannya.."
"Karena Kak Ayyub?" Sepertinya Kiki mengerti alasan utamaku hingga memotong pembicaraanku.
"Nnahh, itu kamu tahu"
"Lah kenapa masih belum di ucapin ke dianya? Kali ajha juga dia suka"
"Gak perlu.. :)"
"Kenapa?"
"Karena aku tak sedang meminta balasan"
Beginilah aku menyukainya. Hanya sekedar menikmati pandangan yang menumbuhkan banyak inspirasi untukku dan menyentuh perasaanku yang selama ini belum bisa merasai cinta yang orang-rang terlena dan di mabukkan. Maka, akupun menyimpulkan kalau jatuh cinta memang begitu melenakan. Aku pun telah mabuk.
Hanya aku masih belum tahu bagaiman mengungkapkan dan berharap aku tak berniat memperlajarinya. Rasanya aku masih belum siap untuk berbicara seputar cinta.
Bagaimana aku selanjutnya dan Kak Ayyub?
Seperti Alfiah yang sedang bersamaku menikmati cinta yang sederhana ini dengan Kak Ayyub. Telah lama dia menyukainya, bahkan sebelum aku. Hingga kini, aku masih menyembunyikan dari Alfiah karena aku tak mau menjadi saingannya. Mencintai, menyayangi, tidak mesti memiliki. Mudah-mudahan aku benar dalam merefleksikan kata-kata itu.
Ketika Cinta Memandang.
"Nuci, aku yakin. Kali ini aku akan bilang ke Kak Ayyub tentang perasaanku" Sambil tersenyum dia mengumpulkan tenaga untuk dia pake bertempur dengan rasa gugupnya. "Baguslah, aku akan membantu. Apa yang bisa ku bantu?" Menawarkan diri seperti ini ternyata menyakitkan juga!. "Boleh, kamu cukup nemenin aku ntar. :) " Bagaimana? "Okke!!! ^_^"
Ketika saat itu tiba, justru aku sendiri yang kelimpungan menguasai diriku sendiri. Namun, aku ini terlalu cerdas untuk salah langkah di depan Alfiah. "C'mon, Nuci. You can do it".
Alfiah duduk di samping kak Ayyub yang sudah siap mendengar penuturan Sahabat Kecilku itu. Aku sendiri hanya bisa duduk di belakang mereka. Ku pasang earphone ku lalu ku putar lagu sekeras-kerasnya agar aku tak mendengar jawaban Kak Ayyub. Kalaupun mereka harus jadian, setidaknya tak ku dengarkan kak Ayyub bilang "Ya, aku mau jadi pacarmu" karena sebenarnya itu menyakitkan, Saudara. :(
Tiba-tiba ku lihat Kiki sudah berbicara pada mereka. Nih orang kapan datangnya?
earphone ku lepas dan aku sadar, Kiki mengungkapkan perasaanku sama kak Ayyub. Apalagi kalau bukan kini Kak Ayyub dan Alfiah menatapku lekat-lekat. Ada Aura hitam di tubuh Alfiah sebagai bentuk kemarahan besar untukku. Dan, Kak Ayyub hanya seperti korban kami.
"Hei, Ci. Kamu kenapa diam saja? Masih ingin bertanggung jawab dengan perasaan mu sendiri? Masih ingin menikmati Kak Ayyub dari jauh lagi? Ketika mereka jadian, Ci, rasanya sudah akan beda ketika kamu memandangnya. Ada Alfiah di sisinya. Kamu mau itu terjadi?" Kiki seperti kesurupan menuturkan semua itu. Kali ini aku benar-benar merasa di telanjangi si Kiki. "Lalu kalau rasa itu sudah berbeda, kamu mau apa? Aku tahu rasanya akan bagaimana. Jadi, ini tak perlu di bahas lagi. Maafkan saya Fiah, maaf". Hanya itu yang bisa ku ku ucapkan untuk kamu Fi.
"Terima Kasih, Nuci".
*Glupppp.
Iiittttuuu, Kak Ayyub yang bicara?
Aku berbalik.
"Terima Kasih kenapa?" Pertanyaan Alfiah ku benarkan dalam hati. Terima Kasih kenapa?
"Terima kasih untuk rasa yang terlalu besar itu. Kau menyimpan rasa mu untukku, dan rasamu untuk Alfiah. Dan, itu membuat hatiku lebih memilihhatimu yang penuh dengan cinta".
"Hahaha, Makasih kak. Tapi, kata Terima Kasih dari mu lebih baik untuk kata maafku. Aku puas dengannya. Alfiah lebih dulu mencintaimu.
"Tapi aku memilihmu!!!"
"Tapi, aku lebih memilih Alfiah kak"
"Dan, aku juga memilih Kak Ayyub" Alfiah menangis dan aku tahu dia terlalu mencintainya.
"Kau mencintaiku. Maka bahagiakanlah aku meski mungkin aku takkan pernah mencintaimu"
"Suatu saat pasti kakak akan mencintainya karena pernikahan itu hal yang sakral. Ada cinta di balik aqad nikah kak".
"Terima Kasih"
"Sama-sama kak"
Sekian dan Terima Kasih.. :)
"Yah beri tepuk tangan untuk cerpen dari Anisma. Bagus sekali, Nismah. Tapi, masih ada beberap kelemahan karena cerpennya ini masih kurang greget. Tapi, ini sudah lebih dari cukup"
"terima kasih, bu guru"
Dan, cerpenku di atas dapat 95.
Yess,, inilah cerpen pertama gue yang berhasil menembus kekaguman ibu Neni yang terkenal bawel itu. Songong sih nggak, hanya saja bikin kesel tapi. Cerpen-cerpen gue sebelumnya di kondorin ma tinta pulpen merahnya. Ahh, lupakan masa lalu. Masa kini, lebih indah. Hahahaha!!! Cerpen gue berhasil nenek!!! "Trovi ini, untuk kamu Nenek" *Bakk Ayatul Husnah yang ngacungin Trovi untuk Mas Azzam di KCB. Wuidih,,assoy.. :D
0 komentar:
Posting Komentar