Yuli memasuki Mushallah untuk melaksanakan sholat Dhuhur ketika seniornya masih berada di dalam sana. Jilbabnya masih basah karena air wudhu. Saat masuk, dia jadi pangling melihat sekumpulan senior perempuan yang duduk bergerombol tak jauh dari tempatnya berdiri. di keluarkannya mukenah putihnya lalu bersiap melakukan shalat. Namun ketika dia segera mengambil posisi, temannya Diana memanggilnya. Mengajaknya untuk ikut Pengkaderan salah satu organisasi. Sempat saja Yuli tertarik, namun dia minta untuk memikirkannya dahulu takut Ayahnya tak memberi izin. Setelah sholat dhuhur, seniornya yang kelihatan begitu lembut itu menyapanya.
"Yuli ya?" Tanyanya lembut. Semakin cantik dengan mukenah pink yang nyaris menutup wajahnya yang putih bersih.
"Iya, kak" Jawab Yuli sedikit agak segan.
"Ahh, gak usah kikuk begitu. Kakak cuma mau ngajakin kamu ikut Pengkaderan di sekolah kita besok. Ikut ya!!!"
"Hmm, mau sih kak. Tapi, aku masih mikir-mikir juga. Takut Ayah ku tak memberikan izin" Seperti tahu betul bagaimana Ayahnya kelak akan memberikan reaksi ketika ia meminta izin.
"Insya Allah, di izinkan. Percaya ya" Kak Risma, begitulah seniornya itu di sapa sehari-hari oleh teman-temannya meyakinkan Yuli sambil menggenggam tanganya lembut. Sebuah kepercayaan yang teguh dari kakak yang penyayang.
Dari balik tirai mushallah, Yuli mendengar dari tadi sekumpulan laki-laki cekikikan entah apa yang mereka tertawakan dari tadi. Yuli tahu, di antara mereka ada Abbas, seniornya yang pernah menjadi pengisi waktunya, pengisi hatinya.
Sayup-sayup terdengar pula percakapan mereka meski tak terlalu jelas. Yuli yang sedang merapikan alat sholat Mushallah itu mendengar dengan jelas kalimat pedas yang di utarakan Abbas. Mungkin dia tidak mengira kalau Yuli masih di balik tirai itu. Yuli mempertajam telinganya, dan dia mendengar jelas Abbas bilang, "Yuli gak mungkin bisa ikut pengkaderan itu. Gua kenal sama dia. Anaknya manja dan cengeng banget" Seperti api yang membara, membakar segala apa yang ada di hati Yuli. Dia pun bertekad, meskipun Ayahnya tak mengizinkannya, dia akan tetap mengikutinya. Apapun itu caranya. Dia menghempaskan sajadah ke lantai dan kemudian meninggalkan mushallah dengan langkah cepat penuh amarah.
**** Pengkaderanpun di Mulai ****
Hari Pertama.
Yuli melewatinya dengan rasa penuh cemas. Bimbang. Inilah kali pertamanya dia menginjakkan kakinya di dunia organisasi. Berbagai macam stigma-stigma tentang tentang dampak negative dari organisasi pun menggelayuti pikiran polosnya. Dia menghela nafas beratnya ketika dia di tatap sepasang mata senior perempuan dengan mimik sangar dan menakutkan. "Mama, Yuli mau pulang" Jawabnya lirih. Namun, meski bejibun kesulitan Yuli dapatkan namun hari pertamapun terlewati dengan sukses. Tanpa kesulitan. Begitu kesimpulan Yuli.
Hari Kedua.
Pagi-pagi, Yuli sudah segar dan siap menerima materi pengkaderan. Kali ini dia berdekatan duduk dengan kak Risma. Hatinya sangat senang. Terang saja, dekat dengan kakak yang baik seperti kak Risma merupakan keberuntungan lain yang ia dapatkan. Sarapan pun datang, dan mereka di minta menghabiskan makanan yang seperti gunung itu dalam waktu 10 menit. Terang saja Yuli panik, namun dia bisa menghabiskan makanan itu meski perutnya seperti penuh dengan makanan hingga nafasnya pun kini bisa di hitung. Sesak sekali. Kak Risma tiba-tiba berdehem, dia memberikan ruang nafas tenggorokannya yang terasa tercekik. Yuli melihat makanan Kak Risma masih sangat banyak. Dengan refleks Yuli mengambil makanan itu dan menghabiskannya. Kak Risma merasa sangat berterima kasih padanya, dan sejak saat itu kak Risma pun selalu mendekatkan dirinya pada Yuli. Tak ayal kini mereka menjadi sosok sahabat. Duduk selalu sama, makanpun demikian, sholat pula begitu, bahkan tidurpun, mereka selalu bersama.
Hari Ketiga.
Di hari ketiga ini, menjadi hari terburuk buat Yuli. Dia di hukum oleh seniornya karena telat masuk kelas. Tadi Yuli merasakan sakit di kepala sehingga membuat gerakannya sangat lambat. Dia meminta kak Risma ke ruangan duluan sebelum dia menenangkan pikirannya di WC. Hukuman pun di jalani, hingga nyaris pingsan karena harus berdiri dengan 1 kaki selama 3 jam tanpa ganti. Kak Risma menjadi sangat tidak berkonsentrasi, apalagi kak Arman. Dialah senior yang paling baik di mata Yuli. Senior yang tak pernah memarahinya. Senior yang selalu mentransferkan ketenangan dan kesejukan dari sorot matanya yang teduh. Yuli menjadi seperti tak sendiri di tengah kesulitan-kesulitan ini. Dia pantang untuk menangis, meski hatinya sudah sampai pada taraf ingin berteriak keras dan memecahkan lantai. Dia pantang mengeluh, meski tenaganya sudah sampai di ubun-ubun lalu kemudian retak berkeping-keping. Dia tidak mau membenarkan kata-kata Abbas. Dia tidak mau menjadi gadis cengeng seperti kalimat Abbas itu. Dialah tokoh utama dalam drama ini, dan dia tidak akan menjadikan dirinya tokoh yang di rugikan. Dia akan memenangkan kompetisi ketangguhan ini. Demi mentalnya. Demi harga dirinya.
Dari sisi kanan, seseorang menepuk pundaknya, "Kamu harus kuat. Keep smile" Katanya. "Siapakah dia? Aku tak mengenalnya" Tanya Yuli lirih. Laki-laki berkulit putih yang nyaris sama tinggi dengannya. Dia tersenyum pada Yuli yang sudah basah dengan keringat.
Hari Keempat.
"Kak Risma kenal dengan laki-laki yang memakai baju kaos bergaris-garis itu?" Tanya Yuli pada kak Risma di waktu ishoma. "Hmm, gak kenal. Tapi kakak sudah beberapa kali melihatnya kok. Kenapa?" Tanya kak Risma kembali."Gak papa. Yuli cuma mau tahu namanya".
Sebuah kejadian tak terduga, dia yang membuat Yuli penasaran menghampiri Yuli ketika ingin melangkah menuju tempat wudhu. Sebelum waktu maghrib itulah, Yuli tahu kalau namanya "Ilham" dan dia adalah instruktur bagian Remaja di pengkaderan ini. "Yuli mau sholat?" Tanyanya. Kak Risma yang ketinggalan langkah buru-buru menyamai langkahnya dengan mereka berdua. Sekilas Kak Ilham melirik kak Risma yang baru saja bergabung. 2 menit sepertinya kak Ilham menggunakannya hanya untuk menatap wajah itu dalam-dalam. "Kak Ilham, bisa minta tolong?" Tanya kak Risma. Ternyata kak Risma jauh lebih berani menyamai komunikasi ketimbang Yuli yang masih malu-malu. Anggukanpun mengakhiri percakapan itu.
Hari Kelima.
Konflik batin antara Kak Risma ke kak Ilham mulai nampak jelas. Yuli yang mengerti betul nuansa kikuk kak Risma setiap Kak Ilham di dekatnya menjadi seperti ikutan kikuk. Ingin sekali dia menjauh dari mereka berdua. Namun, kak Risma terlanjur menjadikannya sahabat satu-satunya selama pengkaderan ini berlangsung. Kak Arman mengerti betul posisi Yuli. Dia meminta Yuli datang di lantai 2 untuk menanyakan beberapa hal. Sejujurnya Yuli tidak mau, tapi karena saat itu kelihatan kak Risma ingin dekat dengan kak Ilham, maka dia punmemaksakan diri untuk menjauh jauh-jauhnya. Memang itu yang dia butuhkan.
"Kamu bilang sama Risma, kalau Ilham masih sulit membuka hatinya untuk perempuan lain" Kak Arman tak ingin basa-basi. Inilah yang harus dia lakukan secepatnya. Takut Risma terluka lebih dalam. "Ilham itu punya pacar yang sangat dia sayangi. Walaupun sudah menikah tapi hati itu masih di tempati perempuan itu. Jangan biarkan Risma semakin menyukainya". Yuli hanya bertanya pada mimiknya. Pada raut wajah yang berubah dari kak Arman. "Kenapa kak Arman ikut campur dan memusingkan hal ini?" Ini jugalah yang ingin Yuli katakan.
"Ntahlah Yul. Pokoknya jangan biarkan Risma menyukainya lebih jauh" Sambil menatap Yuli dalam-dalam, kak Arman menenangkan hatinya. Mengatur nafas agar tetap seimbang detakannya. Dia tidak mau terlihat kikuk juga di depan orang yang dia sukai pula.
"Kakak suka kak Risma?" Tanya Yuli.
"Haha, aku tahu kamu berpikir demikian. Tapi, saya sama sekali tidak menyukai Risma"
"Lalu? Apa urusannya dengan kak Arman? Mengurusi urusan orang lain itu bagian dari akhlak yang kurang baik. Pengurangan nilai pun akan kakak dapatkan dengan kebiasaan ini" Yuli yakin kali ini kak Arman patah kalimat.
Dan, benar. Kak Arman hanya bisa diam.
"Yuli.. Saya mengurusi Risma bukan karena saya yang menyukainya. Tapi karena kamu yang sangat terlihat tidak nyaman. Kamu juga ikut merasa kikuk dengan pertikaian hati di antara mereka"
"Dan setidaknya aku tidak mengurusi mereka kak"
Ilham tiba-tiba datang dari arah yang tak di sangka-sangka.
Menatap mereka berdua yang panik melihat dirinya. Mematung. Ilham menarik Yuli pergi. Tak mengerti alasannya, Yuli seperti terhipnotis mengikuti langkah Ilham.
"Kamu harus ikut campur Yuli. Kamu sudah terlanjur terlibat" Kata kak Ilham tiba-tiba.
"Kamu, harus membuat saya jatuh cinta dengan Risma".
"......."
Hari Terakhir.
Setelah kejadian kemarin, Yuli benar-benar bimbang. Dia tidak tahu harus menyikapi apa. Dia hanya mencoba sebisa mungkin menghindari kak Risma agar kak Ilham punya waktu banyak berdua dengan kak Risma. Pertahanan Kak Risma yang tak ingin pacaran pun patah. Dia resmi menerima Kak Ilham sebagai pacarnya semalam, setelah diskusi internal Anggota. Risma benar-benar terpukau dengan pribadi Kak Ilham. Meski dia telah melihat Kak Ilham merokok, tapi baginya, rasa sukanya mematahkan perasaan tidak sukanya pada benda bernama ROKOK itu.
Ketika acara penutupan, Yuli menjadi peserta terfavorit. Banyak yang menyukainya di karenakan dia melakukan segala hal dengan santai, tanpa risau. Bahkan saat di hukum pun, dia melewatinya dengan biasa. Dan? Kak Arman pun semakin suka. Benar. Semakin suka.
Tanpa di sangka, Kak Ilham memberi kejutan buat Yuli. Sebuah Jilbab biru di berikan. Riuh semakin riuh di ruangan mengakhiri kegiatan hari ini.
Tanpa di sangka, itulah akhir kisah dengan Kak Ilham dan Kak Risma. Mereka ternyata putus. Kak Ilham menghilang. Entah kemana dia pergi. Lalu?
Hari ini, Yuli bertemu dengannya. Dengan senyum yang masih tertata rapi seperti 6 Tahun lalu. Bedanya, kini ada jenggot tipis di dagu kak Ilham. Wajahnya masih segar, masih putih. Masih manis.
"Lama sekali kita baru ketemu"
"Hmm, iyya kak.. Kak Ilham kenapa semakin kurus kak?"
"Hehehe.. Sibuk dek"
"Sibuk kuliah?"
"Bukan"
"Lalu?"
"Sibuk melupakan Yuli. Dan alhamdulillah berhasil"
"Sibuk melupakan Yuli. Dan alhamdulillah berhasil"
"Hah? Maksud kak Ilham?"
"Kamu sudah sarjana, sudah tahu maksud kakak. Tidak perlu risau. Kakak sudah bisa melupakan Yuli. Anggap saja ini pegakuanku yang sangat terlambat. Yuli jalan-jalan ke rumah kakak, nanti kakak kenalkan dengan anak kakak"
"Kak Ilham sudah menikah? Alhamdulillah wasyukurillah"
"Hmm, iyya."
"Insya Allah kak. Salam buat Istri kakak ya"
"Insya Allah. Jangan lupa kirimkan Fatihah buatnya juga ya?"
Mata Yuli membelakak. Artinya?
"Kakak pergi dulu. Rumah kakak masih di Pesantren Firdaus dek. Datang ya. Kakak tunggu. Asyifah juga menunggu. Nama anak kakak"
"Iii..iiiyyyaa kak.."
Dan, itulah kisah tentangnya. Tentang ILHAM. Mengilhami hati yang lemah penuh gundah, penuh derita. Begitulah ILHAM yang mengilhami Cinta menjadi Daun Surga yang bercahaya. Menggetarkan Hati. Menggetarkan Jiwa.
2 komentar:
sadis.. ilham tahu mungkin cintanya tidak wajar untuk diperjuangkan
Perkiraan yang baik..menurutku!!!
Posting Komentar