Ada
yang tahu tidak kalau selama ini, di dunia ini ada seorang manusia
yang begitu tergila-gila dengan hari Rabu? Ya, ada pastinya. Dia
teman gue. Namanya Idar. Perempuan yang baru merayakan ulang tahunnya
yang ke-20 kemarin ini bahkan telah menulis banyak tentang cerpen
yang semuanya menggambarkan bagaimana indahnya RABU-nya. Rabu yang
paling dia idamkan. Gue juga gak tahu kenapa dia sangat menyukai hari
yang sebenarnya terkadang gue sial banget di hari ini. Makanya, tiap
kali dia curhat tentang Rabu-nya gue gak serius nimpalin. Soalnya
gini, gue gak bisa munafik gan kalo gue tuh gak terlalu suka sama
kepercayaannya yang bilang Rabu itu membawa berkah. Gue Cuma selalu
ngedenger kalo JUMAT justru yang ngebawa berkah. Of, course for our
Moslem. Beneran!!!
Once
upon a time, hiyyah!!!
Dika,
anak baru yang orang kenal tajir itu menghiasi hari-hari gue dan
Idar. Bukan ngejar dia yang sok ganteng itu, tapi karena dia selalu
aja ngejek gue PESEK. Damn it!!! Dia yang pertama kali gue musuhin di
sekolah. Sementara Idar? Dia sebaliknya dari gue. Dia malah
kelepek-kelepek sama tuh Dika si bibir tikus. Sialnya, gak ada orang
yang mau temenan ma nih anak jadinya tiap kali dia ngedeketin si
Dika, gue yang di paksa nyatuin langkah dengannya. Entah tu menuju
KANTIN, KELASnya DIKA, ataupun bahkan ke WARUNG POJOK tempat favorit
anak-anak cowok pada nangkring.
Sejarah
paling ngeplak
buat gue, jatuh di HARI RABU.
You
know, WHAT?!
Dika
nyulik gue. Hah?
Ya..
jangan mangap loh pada!!!
Iyye,
dia nyulik gue.. loh mungkin pada kaget kalo gue bilang kalo gue di
culik ke rumkit, singkatan bekennya Rumah Sakit. Dika sakit? Bukan!
Temennya. Lalu, hubungannya dia nyulik gue itu karena Dika bilang gue
mirip sama si Titin, mantannya Fitrah temennya yang sakit itu. Titin
ternyata sekarang sudah menikah. Yah, loh pada tau kan kalau di zaman
sekarang tradisi menikahkan anak perempuan di kampung-kampung noh
belum juga terkikis. Masih aja di jaga tradisinya, bahkan saat itu si
Titin maih duduk di kelas VIII SMP. Ccehh, orang tuanya sangar amat
ya? Anaknya masih bisa sekolah sebenarnya. Masih banyak cita-cita
yang perlu dia kejar tapi eh malah nimang anak duluan dia. Saat itu,
Titin gak tahu kalau Fitrah ngidap Bronchitis akut. Dika sering
keluar rumah sakit meskipun dia gak mau dan benci dengan Rumah Sakit.
Lalu, terjadilah dialog ini di kamar perawatannya Dika.
“Kamu.. kamu itu mirip banget sama..”
“Hmm,
iyya.. gue tahu. Sama mantan loh kan?” Potong gue sekenanya. Gak
apa-apa, cuma gue gak mau dia banyak ngomong aja. Kasian ngeliat dia
ngomong ampe mangap-mangap gitu.
“Aahh..
hehe!! Kamu sudah tahu ternyata.. Kamu ke sini lagi ya, Rabu depan”
katanya.
“Kenapa
mesti Rabu sih? Emang besok gue gak bisa gitu jengukin loh?” Tanpa
sadar, gue malah ngarep bisa datang ke sini lagi. Di kamar perawatan
yang putih bersih. Nyaman banget rasanya. Entah karena tempatnya yang
bersih atau karena factor lain yang gue gak sadar. Aslinya, gue
tenang banget di kamar ini.
“Ntahlah,
gue cuma pengen di hari Rabu depan”
Menurut
Dika, Fitrah selalu menyebut Rabu adalah harinya. Bukan karena
keberuntungan seperti pemahaman si Idar, tapi katanya hari Rabu
adalah hari di mana dia pertama kali di vonis Bronchitis.
Lepas
dari Rumah Sakit saat itu, gue certain semuanya ke Idar yang sudah
mulai jengkel. Takut gue jadian kali ya sama si Dika. Gak tau apa gue
benci sama tuh cowok? Kalau bukan karena temennya sih, gue ogah
nyebut namanya lagi. Gue juga bakal ngajakin Idar untuk ketemu Fitrah
Rabu pekan depan. Mudah-mudahan Fitrah seneng ketemu sama temen
rabunya. Hihihi
Dan,
hari ini sudah Rabu. Gue menantinya dengan sangat lama, rasanya.
Gue
masuk ke kamar Dika yang kini sudah berawankan mendung. Gue tahu,
pasti sesuatu terjadi pada Dika. Bahkan gue sudah menduga kalau Dika
meninggal. Dan, ternyata benar. Gue terlambat menyapanya. Gue
terlambat memperkenalkannya pada Idar. Gue terlambat mengatakan kalau
kini gue menantikan hari Rabu begitu panjang. Gue terlambat
mengatakan “Loe harus kuat”, dan paling parah gue terlambat
mendengar kalau dialah imajinasi Idar yang selama ini membuatnya
MENCINTAI RABU. Laki-laki penyakitan yang membuat Idar berjuang
melawan Dyslexia’nya ketika SD dulu, guna menulis tentang Fitrah.
Laki-laki penyakitan. Di hari Rabu-lah, Idar melihat Fitrah di bopong
ke Rumah Sakit. Dan, Fitrah bilang kalau dia pasti akan hidup. Dia
memiliki Bronchitis, tapi Bronchitis tidak bisa memiliki dirinya.
Fitrah
pun menghabiskan masa hidupnya dengan Bronchitis. Dan, Idar? Dia
menjadi Buku untuk Fitrah. Semua cerpennya, yang berhasil menembus
meja redaksi adalah hari-hari Fitrah. Dan kini, guepun menjadi bagian
dari cerpennya. Seorang Sahabat, dari Faidar Rukmana yang menulis
tentang Rabuku di kertasnya. Dan inilah hasil ukiran jemarinya yang
mungil terima kasih, Sahabat. Kamu telah menulis tentang Rabu-ku di
hari Rabu-mu yang indah. Rabu yang membuktikan kamu kini telah
melaksanakan Sumpahmu sebagai DOKTER. Selamat Sahabatku!!!
0 komentar:
Posting Komentar