Senin, 28 Januari 2013

Jendela Rabu

di Januari 28, 2013

Ada yang tahu tidak kalau selama ini, di dunia ini ada seorang manusia yang begitu tergila-gila dengan hari Rabu? Ya, ada pastinya. Dia teman gue. Namanya Idar. Perempuan yang baru merayakan ulang tahunnya yang ke-20 kemarin ini bahkan telah menulis banyak tentang cerpen yang semuanya menggambarkan bagaimana indahnya RABU-nya. Rabu yang paling dia idamkan. Gue juga gak tahu kenapa dia sangat menyukai hari yang sebenarnya terkadang gue sial banget di hari ini. Makanya, tiap kali dia curhat tentang Rabu-nya gue gak serius nimpalin. Soalnya gini, gue gak bisa munafik gan kalo gue tuh gak terlalu suka sama kepercayaannya yang bilang Rabu itu membawa berkah. Gue Cuma selalu ngedenger kalo JUMAT justru yang ngebawa berkah. Of, course for our Moslem. Beneran!!!
Once upon a time, hiyyah!!!
Dika, anak baru yang orang kenal tajir itu menghiasi hari-hari gue dan Idar. Bukan ngejar dia yang sok ganteng itu, tapi karena dia selalu aja ngejek gue PESEK. Damn it!!! Dia yang pertama kali gue musuhin di sekolah. Sementara Idar? Dia sebaliknya dari gue. Dia malah kelepek-kelepek sama tuh Dika si bibir tikus. Sialnya, gak ada orang yang mau temenan ma nih anak jadinya tiap kali dia ngedeketin si Dika, gue yang di paksa nyatuin langkah dengannya. Entah tu menuju KANTIN, KELASnya DIKA, ataupun bahkan ke WARUNG POJOK tempat favorit anak-anak cowok pada nangkring.
Sejarah paling ngeplak buat gue, jatuh di HARI RABU.
You know, WHAT?!
Dika nyulik gue. Hah?
Ya.. jangan mangap loh pada!!!
Iyye, dia nyulik gue.. loh mungkin pada kaget kalo gue bilang kalo gue di culik ke rumkit, singkatan bekennya Rumah Sakit. Dika sakit? Bukan! Temennya. Lalu, hubungannya dia nyulik gue itu karena Dika bilang gue mirip sama si Titin, mantannya Fitrah temennya yang sakit itu. Titin ternyata sekarang sudah menikah. Yah, loh pada tau kan kalau di zaman sekarang tradisi menikahkan anak perempuan di kampung-kampung noh belum juga terkikis. Masih aja di jaga tradisinya, bahkan saat itu si Titin maih duduk di kelas VIII SMP. Ccehh, orang tuanya sangar amat ya? Anaknya masih bisa sekolah sebenarnya. Masih banyak cita-cita yang perlu dia kejar tapi eh malah nimang anak duluan dia. Saat itu, Titin gak tahu kalau Fitrah ngidap Bronchitis akut. Dika sering keluar rumah sakit meskipun dia gak mau dan benci dengan Rumah Sakit. Lalu, terjadilah dialog ini di kamar perawatannya Dika.
Kamu.. kamu itu mirip banget sama..”
Hmm, iyya.. gue tahu. Sama mantan loh kan?” Potong gue sekenanya. Gak apa-apa, cuma gue gak mau dia banyak ngomong aja. Kasian ngeliat dia ngomong ampe mangap-mangap gitu.
Aahh.. hehe!! Kamu sudah tahu ternyata.. Kamu ke sini lagi ya, Rabu depan” katanya.
Kenapa mesti Rabu sih? Emang besok gue gak bisa gitu jengukin loh?” Tanpa sadar, gue malah ngarep bisa datang ke sini lagi. Di kamar perawatan yang putih bersih. Nyaman banget rasanya. Entah karena tempatnya yang bersih atau karena factor lain yang gue gak sadar. Aslinya, gue tenang banget di kamar ini.
Ntahlah, gue cuma pengen di hari Rabu depan”
Menurut Dika, Fitrah selalu menyebut Rabu adalah harinya. Bukan karena keberuntungan seperti pemahaman si Idar, tapi katanya hari Rabu adalah hari di mana dia pertama kali di vonis Bronchitis.
Lepas dari Rumah Sakit saat itu, gue certain semuanya ke Idar yang sudah mulai jengkel. Takut gue jadian kali ya sama si Dika. Gak tau apa gue benci sama tuh cowok? Kalau bukan karena temennya sih, gue ogah nyebut namanya lagi. Gue juga bakal ngajakin Idar untuk ketemu Fitrah Rabu pekan depan. Mudah-mudahan Fitrah seneng ketemu sama temen rabunya. Hihihi
Dan, hari ini sudah Rabu. Gue menantinya dengan sangat lama, rasanya.
Gue masuk ke kamar Dika yang kini sudah berawankan mendung. Gue tahu, pasti sesuatu terjadi pada Dika. Bahkan gue sudah menduga kalau Dika meninggal. Dan, ternyata benar. Gue terlambat menyapanya. Gue terlambat memperkenalkannya pada Idar. Gue terlambat mengatakan kalau kini gue menantikan hari Rabu begitu panjang. Gue terlambat mengatakan “Loe harus kuat”, dan paling parah gue terlambat mendengar kalau dialah imajinasi Idar yang selama ini membuatnya MENCINTAI RABU. Laki-laki penyakitan yang membuat Idar berjuang melawan Dyslexia’nya ketika SD dulu, guna menulis tentang Fitrah. Laki-laki penyakitan. Di hari Rabu-lah, Idar melihat Fitrah di bopong ke Rumah Sakit. Dan, Fitrah bilang kalau dia pasti akan hidup. Dia memiliki Bronchitis, tapi Bronchitis tidak bisa memiliki dirinya.
Fitrah pun menghabiskan masa hidupnya dengan Bronchitis. Dan, Idar? Dia menjadi Buku untuk Fitrah. Semua cerpennya, yang berhasil menembus meja redaksi adalah hari-hari Fitrah. Dan kini, guepun menjadi bagian dari cerpennya. Seorang Sahabat, dari Faidar Rukmana yang menulis tentang Rabuku di kertasnya. Dan inilah hasil ukiran jemarinya yang mungil terima kasih, Sahabat. Kamu telah menulis tentang Rabu-ku di hari Rabu-mu yang indah. Rabu yang membuktikan kamu kini telah melaksanakan Sumpahmu sebagai DOKTER. Selamat Sahabatku!!! 




0 komentar:

Posting Komentar

 

Lyu Fathiah Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review