“Nita?”
Tanya seseorang di antara kemeraman malam. Aku menoleh ke arah suara itu dan ku
temukan dia yang selama ini ku dengar namanya dari semua bibir gadis di
sekolah. Tapi, kenapa dia di sini? Aku membatin sendiri dengan kekaguman yang
masih melekat di mataku yang kini menatapnya penuh rasa.
“Heyy..”
Tanyanya kembali.
“Aahh..iiyya..
Danu ngapain di sini?” Aku ingin bertanya, kenapa dia mengenaliku. Bukannya
kita beda kelas, Dan? Tapi urung ku lakukan karena segan.
“Hehe,
kamu tinggal di sini ya? Hmmff, kita tetanggan sekarang. ini rumahku” Katanya
sambil menunjuk ke arah rumah di belakangnya. Rumah berlantai dua yang aku tahu
memang si empunya dulu ingin menjualnya karena telah di pindah tugaskan bekerja
ke Jogja.
“Ooh..”
Nyengir mati kutu bin kikuk. Aku menelan liur. Aku patah kata. Sekarang kami
tetanggaan. Wah, asiikkk. Ckckck!!!
“Aku
dari kemarin loh di sini, Ta. Aku juga liat kamu tadi pagi ke sekolah. Cuma
kamu serius banget di baca novelnya. Ya udah, saya pikir mungkin aku bisa
bicara sama kamu di sekolah. Eh, tahu-tahunya kamu malah sibuk di UKS. Hebat
ya. Aku bangga punya tetangga yang cerdas. Bisa belajar kan kapan-kapan?” Ingin
sekali ku jawab dengan “iya” sambil mengibarkan bendera kemenangan. Aku
berhasil di ajak belajar bersama laki-laki yang di taksir anak-anak gadis di
sekolah, huiihh.. assikkk!!!
“Oia,
Nita dari mana? Malam begini baru pulang?”
“Tadi
dari jenguk Sofie di RS. Kena DBD. Jadi sekarang baru pulang karena tadi sempat
nemenin main dulu”
“Wah,
saya kok makin kagum ya sama Nita.. Hehehehe”
Ya
Tuhan, jaga hatiku. Jangan sampai copot. ^____^
Aku
melirik jam tanganku. Sudah pukul 20:16 menit lewat. Ayah pasti khawatir banget
sekarang. “Hmff, maaf ya Dan. Nita harus pulang. Sudah malam banget. Takut ayah
tambah khawatir. Sampai ketemu, bbeesookkk” Sambil sedikit ku lambaikan
tanganku. Ke arahnya. Danu. Sang Kanvas senyumku. J
“Okkee,
Nit. Byee” Senyumnya menutup kedipan terakhirku di depannya malam ini. Aku
makin semangat sekolahnya besok.. Tssaahh!!!!
Tiba-tiba
Danu memanggilku kembali. Ku lihat dia berlari ke arahku sambil memberikan
Sebuah Buku. Sebuah Buku berjudul “..Dan Hujan pun Menari”. “You must read it,
Nit” Dia kemudian tersenyum lalu sedikit menyentuh jemariku. Seperti darahku
berubah menjadi warna merah muda semua bercampurkan rasa Strawberry yang manis.
Bulu mataku seperti berubah menjadi sangat lentik dan enggan mengedipkan
pandangan. Tanganku? Seperti kena Stroke. Aku tak bisa menggerakkannya. Aku
takut bekas sentuhannya menghilang terbawa angin gerakku. Malam ini kenapa seperti
aku ketiban rezeki dari peti langit? Ini harta karun, mukjizat, atau apa? Ahh,
indahnya.
Aku
kemudian berjalan kembali ke rumah dengan rasa senang yang sampai ke langit ke
tujuh. Minta ampun rasa ini membuatku merasakan manisnya senyumku. Ku buka daun
pintu rumahku, dan *Praaakkkk…
Perih.
Aku menoleh dan ku lihat Ayah dengan mimik marahnya menahan getar tubuhnya.
“Ayah..
Ayah..”
“Apa
yang kamu lakukan dengan dia hah? Tetangga baru itu? Kamu pacaran sama dia hah?
Tanya Ayah.
“Ayah
apa-apaan sih. Ayah gak tahu apa-apa kenapa ayah langsung nampar Nita. Kami
Cuma temenan. Dan kalau emang Nita pacaran sama dia, kenapa? Salah? Seumuran
Nita juga sudah banyak yang punya pacar yah, kenapa mesti Ayah memperlakukan
Nita seperti ini?”
“Jadi
kamu berani sekarang yah melawan ayah”
“Kalau
iya kenapa?” Aku nyolot.
“CUUUUTTTTTTT”
Teriak Bagas. Produser ulung ini selalu memainkan perannya dengan baik dalam
setiap teriakan. Hah, menjadi artis ternyata asik juga. Meski cuma untuk Film
Dokumenter anak SMA.
“Okkkkee…
Acting kalian bagus sekali. Sangat. “Lue mantep ternyata soal ngebentak orang,
hahaha” Puji Bagas sembari menepuk-nepuk bahu ku. “Kamu ada bakat acting, Sa.
Keren Loh!!!”.
Aku
hanya mengangguk. Saat ku balikkan badanku, ku lihat Kak Rangga membalikkan
badannya juga sambil tersenyum.
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-
“Nisa,
Kak Rangga nitip ini ke saya” Sembari surat bersampul pink itu mengarah padaku
dari tangan Vita.
Ku
buka, dan…
Kamu mau
berdansa denganku?
Oh, aku lupa
kalau kau tak bisa berdansa.
Kalau begitu,
maukah kau bermain karet denganku?
Maaf, aku lupa
lagi kamu sudah dewasa dan kini menjadi gadis yang cantik.
Kamu mau
menyelipkan jarimu di sela jariku?
Ahh, kali ini
aku sepertinya berangan.
Tak perlu.
Aku hanya ingin
menjadi, “DANU” mu di Drama mu.
Aku mau menjadi
Kanvas Senyummu.
Bisakah kamu
melantunkan melodi indah bersamaku?
Hanya bersamaku?
Tidak dalam
actingmu, lagi. tapi dari keindahan senyummu yang sebenarnya.
Terima Kasih
telah membuatku Jatuh Cinta. Lagi!!!
“Tentu
aku mau” Balasku dari hati.
0 komentar:
Posting Komentar